Kepala BPS Suhariyanto memaparkan data kinerja neraca perdagangan. (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$1,57 miliar pada Maret 2021.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan surplus tersebut melanjutkan tren yang terjadi sejak tahun lalu. Meski demikian, surplus perdagangan pada Maret 2021 sudah lebih kecil dibandingkan dengan posisi Februari 2021 yang mencapai US$2,0 miliar karena impor naik signifikan.
"Surplus ini jauh lebih bagus dibandingkan dengan surplus ada posisi bulan Maret tahun lalu maupun tahun 2019, yang pada waktu itu mengalami surplus tetapi hanya US$0,7 miliar," katanya melalui konferensi video, Kamis (15/4/2021).
Suhariyanto mengatakan surplus tersebut terjadi karena nilai ekspor pada Maret 2021 tercatat US$18,35 miliar. Capaian itu naik 20,31% dari kinerja pada Februari 2021 dan naik 30,47% dibanding dengan performa pada Maret 2020.
Sementara dari sisi impor, nilainya mencapai US$16,79 miliar. Nilai tersebut tercatat mengalami kenaikan hingga 26,55% dari posisi pada Februari 2021 dan naik 25,73% dibandingkan dengan kinerja pada Maret 2020.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari hingga Maret 2021 mencapai US$48,90 miliar atau meningkat 17,11% dibandingkan dengan kinerja periode yang sama pada 2020.
Ekspor nonmigas pada Maret 2021 mencapai US$17,45 miliar. Nilai tersebut naik 21,21% dibandingkan dengan kinerja pada Februari 2021 dan naik 30,07% dari posisi Maret 2020. Nilai kumulatif ekspor nonmigas mencapai US$46,25 miliar atau meningkat 17,14%.
Peningkatan terbesar ekspor nonmigas terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati sebesar 67,90%, sedangkan penurunan terbesar terjadi pada kendaraan dan bagiannya sebesar 2,06%.
Adapun menurut sektornya, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan sepanjang Januari hingga Maret 2021 naik 18,06% dibandingkan dengan periode yang sama 2020. Hal serupa juga terjadi pada ekspor hasil pertanian yang naik 14,61%, serta ekspor hasil tambang dan lainnya naik 12,10%.
Sementara dari sisi impor, impor migas pada Maret 2021 tercatat US$2,28 miliar. Capaian tersebut tercatat mengalami kenaikan 74,74% dibandingkan dengan performa pada Februari 2021 atau naik 41,87% dari posisi Maret 2020.
Impor nonmigas pada Maret 2021 senilai US$14,51 miliar. Nilai tersebut naik 21,30% dibandingkan dengan kinerja pada Februari 2021 atau naik 23,52% dari posisi Maret 2020.
Peningkatan impor barang nonmigas terbesar pada Maret 2021 terjadi pada besi dan baja sebesar 63,34%, sedangkan penurunan terbesar yakni lemak dan minyak hewan/nabati 40,97%.
Jika dilihat berdasarkan pada golongan penggunaan barang, Suhariyanto menyebut terjadi peningkatan nilai impor sepanjang Januari hingga Maret 2021 terhadap periode yang sama 2020, yakni pada barang konsumsi sebesar 14,62%, bahan baku/penolong 10,16%, dan barang modal 11,47%.
"Impornya naik tinggi. Naik 25,73% karena adanya kenaikan impor, baik untuk barang konsumsi, barang penolong, maupun barang modal," ujarnya.
Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama periode Januari hingga Maret 2021 yakni China senilai US$12,04 miliar (31,48%), Jepang US$3,13 miliar (8,19%), dan Korea Selatan US$2,34 miliar (6,12%).
Suhariyanto menambahkan pergerakan ekspor dan impor yang tinggi pada Maret 2021 juga sejalan dengan beberapa indikator yang dirilis lembaga lain. Misalnya, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia oleh IHS Markit yang berada di level 53,2 atau pada fase ekspansi.
"Tentunya ini sangat bagus. Ke depan, tentunya kita berharap performa pada bulan Maret ini bisa diulang pada bulan-bulan berikutnya," imbuhnya. (kaw)