LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2021

Strategi Penerapan Pajak atas Natura pada Masa Pandemi

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 14 Agustus 2021 | 10.15 WIB
ddtc-loaderStrategi Penerapan Pajak atas Natura pada Masa Pandemi

Galih Ardin,

Tangerang Selatan, Banten

VAKSINASI secara masif digadang-gadang menjadi salah satu upaya untuk memutus rantai penularan virus Corona sekaligus game changer pemulihan ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga medio Juli 2021, masyarakat yang sudah menerima vaksin covid 19 sebanyak 15 juta orang.

Melalui berbagai pendekatan bilateral dan multilateral, pemerintah juga telah mengamankan pasokan vaksin sebanyak 260 juta dosis dari berbagai negara. Selain vaksinasi yang dilakukan pemerintah, pihak swasta juga didorong melakukan vaksinasi mandiri agar mencapai herd immunity sesegera mungkin.

Bak gayung bersambut, ribuan pengusaha menyatakan komitmennya untuk melakukan vaksinasi mandiri, baik terhadap karyawannya maupun masyarakat umum, sebagai bagian dari corporate social responsibility.

Sayangnya, peraturan perpajakan belum cukup adaptif merespons antusiasme pengusaha memberikan natura dalam bentuk vaksinasi gotong royong tersebut.

Dalam peraturan yang saat ini berlaku, biaya natura bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja. Di sisi lain, bagi karyawan, natura bukan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan (PPh) sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh.

Untuk mendorong animo masyarakat terhadap upaya vaksinasi gotong royong, saat ini adalah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk mengenalkan fringe benefit tax (FBT) di Indonesia. FBT adalah pajak atas penghasilan noncash berupa fasilitas, kemudahan, atau benefit yang diterima subjek pajak dalam negeri.

Melalui FBT, pemberi kerja dapat mengurangkan biaya natura yang dikeluarkan untuk kepentingan karyawannya seperti fasilitas rumah, mobil, telekomunikasi, atau vaksinasi. Di sisi lain, penghasilan tersebut merupakan penghasilan yang dikenakan pajak bagi penerima.

Beberapa negara, seperti Australia, Selandia Baru, India, dan Filipina, sudah sejak lama menerapkan FBT. Terdapat dua alasan yang mendorong penerapan FBT. Pertama, penerapan FBT akan meningkatkan keadilan pengenaan pajak.

Hal tersebut dikarenakan makin tinggi jabatan yang diemban penerima penghasilan, umumnya makin tinggi pula insentif atau fasilitas noncash yang diterima. Fasilitas itu seperti fasilitas mobil, rumah, telekomunikasi, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, dengan FBT, pemerintah bisa dapat meningkatkan keadilan pengenaan pajak sekaligus mengurangi disparitas penerima penghasilan.

Kedua, terdapat indikasi terjadinya peningkatan pengalihan penghasilan atau insentif cash menjadi noncash. Dewasa ini, fasilitas, kompensasi, benefit, dan insentif noncash yang diberikan pemberi kerja makin banyak ragam dan jenisnya.

Dengan demikian, penerapan FBT diharapkan mampu mewujudkan sistem pemajakan orang pribadi yang solid. Terlebih, pemerintah Indonesia berencana menambah layer tarif PPh orang pribadi sebesar 35%. Pengaplikasian FBT merupakan salah satu solusi dari rendahnya penerimaan PPh orang pribadi selama ini.

Namun, untuk mengenalkan FBT pada masa pandemi seperti saat ini diperlukan strategi yang baik. Untuk sementara, pemerintah dapat memberi insentif dalam bentuk FBT ditanggung pemerintah atas kegiatan vaksinasi gotong royong yang dilakukan pengusaha.

Dengan mekanisme ini, pengusaha akan tetap dapat mengurangkan biaya vaksinasi gotong royong yang dikeluarkan untuk kepentingan karyawannya. Sementara karyawan yang menerima vaksinasi tidak perlu membayar pajak atas natura tersebut.

Perlu diingat, pemberian insentif perpajakan tersebut haruslah bersifat timely, targeted, dan temporary. Artinya, insentif FBT ditanggung pemerintah atas kegiatan vaksinasi gotong royong tersebut harus dicabut setelah kegiatan vaksinasi mencapai target. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan ekonomi tidak bergantung pada insentif.

Dari sisi teknis, ada dua opsi yang dapat diambil pemerintah dalam penerapan FBT. Pertama, menjadikan FBT sebagai bagian dari penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan Pasal 17. Kedua, menjadikan FBT sebagai PPh final atas penghasilan penghasilan natura yang diterima.

Untuk saat ini, opsi pertama merupakan pilihan terbaik. Hal tersebut dikarenakan memasukkan FBT sebagai PPh final memerlukan waktu guna memformulasikan tarif, proses bisnis, dan formulir yang digunakan.

Dalam jangka pendek, pengenalan FBT ditanggung pemerintah atas kegiatan vaksinasi akan meningkatkan angka partisipasi pengusaha dalam mengikuti vaksinasi gotong royong sehingga mempercepat tercapainya herd immunity dalam penanganan pandemi covid-19.

Dalam jangka panjang, kebijakan tersebut akan meningkatkan penerimaan perpajakan dari sektor PPh orang pribadi. Selain itu, melalui kebijakan ini, pemerintah dapat meningkatkan keadilan pemajakan dan mengurangi kesenjangan penghasilan orang pribadi.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2021. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-14 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Tri Bayu Sanjaya
baru saja
tulisan yang bagus, ide yang menarik!!