BERDASARKAN pada data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor pasar modal di Tanah Air telah mencapai 7,86 juta investor per 31 Januari 2022. Menariknya, dari berbagai instrumen investasi pasar modal, saham menjadi pilihan investasi yang banyak digemari para investor.
Kepemilikan saham memang dapat memberikan tambahan penghasilan bagi investor berupa capital gain. Tambahan penghasilan tersebut terjadi apabila pemegang saham menjual saham yang dimilikinya di atas harga pembelian.
Selain itu, investor juga dapat menerima penghasilan dalam bentuk dividen atas kepemilikan saham. Dalam konteks perpajakan, tambahan penghasilan atas transaksi penjualan saham dan dividen merupakan objek pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final.
Payung hukum pengenaan pajak atas transaksi saham dan dividen utamanya tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh s.t.d.t.d UU HPP).
Lantas, bagaimanakah aspek PPh final atas transaksi saham dan dividen? Berikut pembahasannya.
PPh Final atas Transaksi Saham
PELAKSANAAN pemungutan PPh atas penghasilan transaksi penjualan saham diatur dalam PP 14/1997 jo KMK 282/1997. Sayangnya, beleid tersebut tidak menjelaskan definisi saham. Apabila merujuk pada keterangan Indonesian Stock Exchange (IDX), saham dapat dipahami sebagai tanda penyertaan modal individu atau badan usaha dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.
Penghasilan yang diperoleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) atas penjualan saham tersebut merupakan objek PPh yang bersifat final. Dalam PP 14/1997 jo KMK 282/1997, besaran tarif dan DPP-nya dapat dikelompokan menjadi 3, perinciannya sebagai berikut.
Sebagai informasi, yang dimaksud saham pendiri pada tabel di atas ialah saham yang diperoleh pendiri dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran umum oerdana atau initial public offering (IPO) atau saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri. Definisi tersebut sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) KMK 282/1997.
Namun, terdapat 3 kelompok saham yang dikecualikan dari pengertian saham pendiri. Pertama, saham yang diperoleh pendiri berasal dari pembagian dividen dalam bentuk saham. Kedua, saham yang diperoleh pendiri setelah IPO yang berasal dari pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu, waran, obligasi konversi dan efek konversi lainnya. Ketiga, saham yang diperoleh pendiri perusahaan reksa dana.
Dalam aspek pemotongan, PPh final atas penjualan saham dilakukan oleh WPDN akan dipotong oleh penyelenggara bursa efek melalui perantara pedagang efek sebagaimana tertulis dalam Pasal 4 KMK 282/1997. Pemotongan PPh secara final tersebut dilakukan pada saat pelunasan transaksi penjualan saham.
PPh Final atas Dividen
SAAT perusahaan membukukan laba besar, umumnya perusahaan akan membagikan sebagian laba tersebut kepada para pemegang saham. Atas laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dikenal sebagai dividen.
Merujuk pada Pasal 1 ayat (18) PMK 18/2021, dividen merupakan bagian laba yang diterima atau diperoleh pemegang saham. Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, dividen dapat meliputi dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Pada umumnya, dividen dari dalam negeri dan luar negeri yang diterima WPDN orang pribadi merupakan objek PPh final. Namun demikian, dividen dari dalam negeri dan luar negeri yang diterima WPDN dapat diberikan fasilitas pengecualian dari objek PPh sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Adapun dividen yang dikecualikan dari objek PPh merupakan dividen yang dibagikan berdasarkan pada RUPS atau dividen interim sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut, sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) PMK 2021, dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri dikecualikan dari objek PPh dengan syarat harus diinvestasikan di wilayah NKRI dalam jangka waktu tertentu.
Sementara itu, khusus untuk WPDN berbentuk badan, dividen dalam negeri yang diperoleh wajib pajak tersebut dikecualikan dari objek PPh tanpa syarat investasi sebagaimana yang berlaku pada wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Hal ini sesuai dengan uraian Pasal 15 ayat (2) PMK 2021.
Selain dividen dari dalam negeri, dividen yang berasal dari luar negeri juga dapat dikecualikan dari objek PPh. Pengecualian tersebut dapat diberikan jika dividen diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha di wilayah NKRI dalam jangka waktu tertentu.
Dividen luar negeri yang dapat dikecualikan dari objek PPh antara lain dividen yang berasal dari badan usaha luar negeri yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek serta yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek.
Dalam hal jumlah dividen yang diinvestasikan di wilayah NKRI kurang dari jumlah dividen yang diterima, hanya dividen yang diinvestasikan yang dapat dikecualikan dari pengenaan PPh. Artinya, dividen yang tidak diinvestasikan tetap dikenai PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (kaw)