Ilustrasi. (Foto: The Guardian)
LONDON, DDTCNews – Dalam satu dekade, mahasiswa internasional yang belajar dan bekerja di Inggris telah menyumbang pajak hingga £3,2 miliar atau setara Rp60 triliun. Hal ini berdasarkan studi yang dilakukan oleh Higher Education Policy Institute (Hepi) dan lembaga konsultasi London Economics.
Dari studi tersebut ditemukan bahwa lulusan non-Inggris sebagian besar mendapatkan pekerjaan di bidang yang sangat strategis seperti di bidang ekonomi dan sains, atau mengisi profesi yang banyak dibutuhkan seperti pengajar dan perawat.
Kendati demikian, Direktur Hepi Nick Hillman mengatakan studi itu juga mencatat adanya estimasi pendapatan pajak yang hilang sebesar £150 juta atau sekitar Rp2,8 triliun setiap tahun yang disebabkan oleh aturan pembatasan di Inggris yang diterapkan untuk mahasiswa non-Inggris. Ada kerugian pajak sebesar £1 miliar atau Rp18,7 triliun jika dihitung sejak aturan pembatasan tersebut diterapkan pada 2012.
“Ini adalah kesalahan terbesar pemerintah dalam pendidikan tinggi. Aturan pembatasan itu mematahkan semangat mahasiswa internasional untuk datang ke sini. Lingkungan yang tidak ramah ini sudah terjadi selama hampir satu dekade,” ujarnya seperti dilansir dari The Guardian, Kamis (21/3/2019).
Nick menambahkan studi ini dilakukan hanya beberapa hari setelah pemerintah mengumumkan akan menghilangkan beberapa batasan bagi lulusan internasional, memperpanjang periode mereka untuk mencari pekerjaan dari 4 menjadi 6 bulan setelah akhir studi mereka, dan hingga 1 tahun bagi mereka yang mendapatkan gelar doktor.
Kepala Eksekutif Universities UK Alistair Jarvis menambahkan sistem imigrasi Inggris juga harus mencerminkan penghargaan terhadap kontribusi mahasiswa internasional. Tidak hanya berkontribusi terhadap ekonomi, mereka juga ikut memperkaya budaya serta memainkan peran penting dalam mengisi kekosongan tenaga kerja terampil di sektor-sektor utama.
“Mereka ingin datang dan belajar di Inggris, melihat nilai pendidikan berkualitas tinggi yang ditawarkan universitas di Inggirs, tetapi sesungguhnya kami masih tertinggal di banding pesaing global kami seperti Australia, Selandia Baru, dan Kanada,” imbuhnya.
Jarvis mengatakan Strategi Pendidikan Internasional yang baru harus melangkah ke arah yang benar dan harus lebih ramah dalam memberikan sambutan kepada siswa internasional.
“Pemerintah harus memperluas kesempatan bagi lulusan untuk bekerja di Inggris hingga setidaknya dua tahun,” pungkasnya. (Amu)