INGGRIS

Rencana Pajak Boris Dinilai Boros & Keliru

Redaksi DDTCNews
Jumat, 27 September 2019 | 11.24 WIB
Rencana Pajak Boris Dinilai Boros & Keliru

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.

LONDON, DDTCNews – Rencana Perdana Menteri Inggris Boris Johnson untuk memangkas pajak penghasilan dan jaminan sosial terbukti menelan biaya yang besar. Selain itu, rencana tersebut dianggap bukan cara yang terbaik untuk membantu keluarga berpenghasilan rendah.

Sebelumnya, Johnson berencana untuk menaikkan ambang batas pajak penghasilan yang dikenakan tarif 40% dari 50.000 pound sterling (setara Rp864, juta) menjadi 80.000 pound sterling (setara Rp1,4 miliar) per tahun.

“Jika Anda akan membelanjakan lebih banyak pemangkasan pajak untuk mereka yang berpenghasilan rendah, Anda bisa menemukan cara yang jauh lebih baik untuk melakukannya daripada kebijakan yang diusulkan oleh perdana menteri,” kata Xiaowei Xu, Research Economist Institute for Fiscal Studies (IFS), Jumat (27/9/2019).

Namun, IFS mengatakan rencana Johnson akan menelan biaya pemerintah senilai 8 miliar pound sterling (setara Rp138,3 triliun) per tahunnya. Lebih lanjut, IFS menyebut kebijakan itu akan membuat 2,5 juta orang tidak lagi membayar pajak dengan tarif tinggi.

Adapun, Johnson membuat janji pajak tersebut selama masa kampanye kepemimpinannya di Tory. Dalam kampanye itu, Johnson memiliki rencana lain untuk mengimbangi dampak dari kenaikan ambang batas pajak penghasilan.

Rencana tersebut adalah meningkatkan ambang batas para pekerja membayar jaminan sosial yang dikenal sebagai National Insurance Contribution (NICs).

Namun, IFS menyebut rencana itu akan menelan biaya yang besar. Hal ini lantaran setiap 1.000 pound sterling (setara Rp17,2 juta) peningkatan ambang batas akan memakan biaya senilai 3 miliar pound sterling (setara Rp51,8 triliun)

Untuk itu, IFS mengaku kecewa kepada pemerintah yang tampaknya justru bergerak maju dengan rencana tersebut. Sebab, rencana itu dipandang akan memperlebar ketidaksetaraan dan menelan biaya miliaran pound sterling dalam bentuk dana pinjaman tambahan.

“Memangkas NIC untuk membantu orang berpenghasilan rendah adalah instrumen yang sangat tumpul. Sebaliknya, pemerintah harus mempertimbangkan untuk menaikkan tunjangan kerja dalam sistem pembayaran kesejahteraan,” ungkap Xiaowei Xu, seperti dilansir theguardian.com. (MG-nor/kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.