Ilustrasi.
KUALA LUMPUR, DDTCNews – Malaysian Palm Oil Association (MPOA) menilai bisnis antara Malaysia dengan India akan berjalan seperti biasa meskipun India tengah mempertimbangkan pembatasan impor beberapa produk Malaysia, seperti minyak kelapa sawit.
Kepala Eksekutif MPOA Nageeb Wahab mengatakan jika India menjalankan keputusan untuk membatasi impor, akan ada dampak yang juga dialami India. Pasalnya. India harus mencari minyak sawit untuk dari Indonesia dengan harga berapapun yang ditetapkan.
“Sekarang, tentu saja, mereka menjual minyak sawit dengan harga lebih murah. Namun, ketika mereka menjadi satu-satunya [penjual ke India], mereka dapat menaikkan harga. Hal ini adalah implikasi yang harus mereka perhatikan dengan serius,” ujarnya.
Nageeb berpendapat ini semua akan kembali normal dan Malaysia dapat terus memiliki perdagangan yang baik dengan India. Diketahui, ekspor Malaysia ke india mencapai US$10,8 miliar pada tahun fiskal yang berakhir Maret 2019. Sementara, impor tercatat senilai US$6,4 miliar.
India telah menjadi pembeli minyak kelapa sawit terbesar Malaysia sejak 2014, menggantikan China. Pembelian tersebut tercatat mengambil 28% dari total ekspor minyak sawit selama sembilan bulan pertama pada 2019.
Selain itu, adanya bea masuk preferensial atas minyak kelapa sawit olahan Malaysia untuk sembilan bulan pertama telah menaikkan pangsa pasar India secara signifikan dari yang sebelumnya 28,7% menjadi 57,8%.
Menteri Industri Primer Teresa Kok mengungkapkan Malaysia sedang menjajaki sumber gula mentah dari India pada 2020 untuk meningkatkan perdagangan bilateral dengan India. Selain itu, Malaysia juga ingin mengimpor lebih banyak daging kerbau dari India.
Ditanya tentang proposal Kementerian Makanan India yang ingin meningkatkan integrated goods and services tax (IGST) pada impor minyak kelapa sawit olahan menjadi 12% mulai Januari 2020, Nageeb mengatakan itu bisa terjadi karena pemerintah berada di bawah tekanan dari pengilangan lokal.
“IGST dimungkinkan [untuk diterapkan]. Sekarang, orang lebih suka membeli minyak olahan sehingga kilang mereka tidak memiliki bisnis yang cukup dan ini akan mempengaruhi pasar kami. Pada akhirnya, harga minyak sawit ditentukan oleh penawaran dan permintaan,” paparnya.
Seperti dilansir freemalaysiatoday.com, Nageeb mencatat bahwa ada beberapa tanda positif harga minyak sawit bergerak naik karena tingkat stok yang lebih rendah di dua produsen terbesar dunia yaitu Indonesia dan Malaysia.
“Jadi melihat skenario saat ini, saya percaya harga harus stabil di RM2.300 ke RM2.500 per ton pada 2020, yang masuk akal bagi petani kecil,” katanya. (MG-anp/kaw)