Capres dari Partai Republik Donald Trump dan capres AS dari Partai Demokrat Kamala Harris. (foto: aa.com.tr)
WASHINGTON D.C., DDTCNews - Defisit anggaran AS diprediksi membengkak hingga US$5,8 triliun pada 1 dekade ke depan apabila capres dari Partai Republik Donald Trump terpilih sebagai presiden AS dan merealisasikan seluruh janji insentif pajaknya.
Perpanjangan masa berlaku beragam insentif pajak orang pribadi dan korporasi pada Tax Cuts and Jobs Act (TCJA) bakal menimbulkan tambahan defisit anggaran senilai US$4 triliun pada 2025 hingga 2034.
"Perpanjangan masa berlaku ketentuan pajak orang pribadi pada TCJA akan menambah defisit senilai US$3,4 triliun untuk 10 tahun ke depan. Insentif pajak korporasi pada TCJA bakal menambah defisit US$623 miliar," sebut Penn Wharton Budget Model dalam kajiannya, Jumat (30/8/2024).
Sebagai informasi, beberapa insentif pajak dalam TCJA berlaku hingga akhir 2025. Apabila insentif TCJA dipermanenkan, tarif tertinggi PPh orang pribadi bakal tetap terjaga sebesar 37%. Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) juga tetap terjaga sekitar 2 kali lipat dari PTKP sebelum TCJA.
Sementara itu, rencana Trump menghapuskan pajak atas social security benefit bakal meningkatkan defisit senilai US$1,2 triliun. Tak hanya itu, rencana menurunkan pajak korporasi dari 21% ke 15% juga bakal memberikan tambahan defisit senilai US$595 miliar.
Di lain pihak, menurut Penn Wharton Budget Model, kebijakan pajak yang diusung oleh capres AS dari Partai Demokrat Kamala Harris hanya akan menimbulkan tambahan defisit anggaran US$1,2 triliun untuk 10 tahun ke depan.
Dalam kampanyenya, Harris berjanji untuk meningkatkan nilai child tax credit (CTC) dari yang saat ini hanya US$2.000 per anak menjadi maksimal US$3.600 per anak. Penn Wharton Budget Model menilai insentif tersebut akan menimbulkan tambahan defisit US$1,6 triliun.
Sementara itu, insentif-insentif lainnya seperti CTC senilai US$6.000 untuk keluarga yang baru memiliki anak, kenaikan earned income tax credit (EITC), dan bantuan uang muka senilai US$25.000 bagi rumah tangga yang baru memiliki rumah (first time homeowners) hanya akan menimbulkan tambahan defisit anggaran senilai US$621 miliar.
Guna menambal defisit anggaran tersebut, Harris berencana menaikkan tarif pajak korporasi dari 21% menjadi 28. Menurut Penn Wharton Budget Model, kenaikan tarif pajak korporasi akan memberikan tambahan penerimaan pajak senilai US$1,1 triliun.
"Kenaikan tarif pajak korporasi menjadi 28% akan memberikan pendapatan baru senilai US$1,1 triliun, tak sampai setengah dari biaya keseluruhan insentif," tulis Penn Wharton Budget Model. (rig)