Ilustrasi.
SEOUL, DDTCNews – Pembahasan wacana pemajakan atas aset cryptocurrency alias mata uang kripto di Korea Selatan makin mengerucut. Pihak partai oposisi, People Power Party, menyerukan penundaan kebijakan pemajakan atas aset kripto hingga setidaknya sampei 2023.
Artinya, tarif pajak 20% atas laba yang diperoleh di atas transaksi cryptocurrency di atas KRW2,5 juta belum akan dilakukan awal 2022 nanti.
"Selain penundaan, skema tarif pajak yang baru juga dibahas. Rancangan ini sejalan dengan Rezim Pajak atas Investasi Keuangan yang akan diimplementasikan di 2023," bunyi pemberitaan The Korea Herald dikutip Selasa, (12/10/2021).
Partai oposisi memang mengusung skema tarif pajak baru atas aset kripto. Tarif pajak bakal dikenakan secara progresif dengan 2 lapis. Pertama, 20% akan dikenakan bagi setiap keuntungan antara KRW50 juta hingga KRW300 juta atau setara $42.000 hingga $251.000. Kedua, tarif 25% terhadap keuntungan di atas KRW 300 juta.
Cho Myoung-hee, perwakilan pihak oposisi, juga menambahkan bahwa penundaan akan meringankan beban para investor. Langkah ini secara langsung akan mendukung jalannya rezim pajak invetasi yang baru.
Sebenarnya, tak cuma partai oposisi saja yang mengusulkan penundaan penerapan pajak atas cryptocurrency. September lalu, Democratic Party juga menyuarakan desakan yang sama.
Satu suaranya anggota parlemen terkait tarif pajak kripto memastikan pemberlakuan kebijakan tersebut bakal tertunda. Kesepakatan parlemen Korea Selatan ini pun menangguhkan sejumlah poin wacana terkait penerapan pajak kripto.
Perlu diketahui bahwa rezim pajak kripto adalah salah satu dari sejumlah peraturan ketat yang akan diberlakukan pemerintah Korea Selatan. Apalagai melihat tingginya potensi dan pesatnya perkembangan pasar uang digital di negara itu.
Pertukaran mata uang kripto juga tidak bisa sembarangan. Mulai September lalu, para pelaku kegiatan yang berhubungan dengan mata uang kripto harus memiliki lisensi. Akibatnya, banyak instansi atau pihak yang perintis/kecil terpaksa ditutup. (sap)