AMERIKA SERIKAT

Ada Aturan Pajak Baru, Korporasi di AS Ramai-Ramai Buyback Saham

Muhamad Wildan
Selasa, 18 Oktober 2022 | 12.00 WIB
Ada Aturan Pajak Baru, Korporasi di AS Ramai-Ramai Buyback Saham

Ilustrasi.

WASHINGTON D.C., DDTCNews - Korporasi di Amerika Serikat (AS) ramai-ramai melakukan buyback saham menjelang diberlakukannya cukai atas buyback saham pada tahun depan sebagaimana diatur dalam Inflation Reduction Act (IRA).

Salah satu perusahaan yang melakukan buyback saham sebelum 2023 adalah T-Mobile, selaku anak usaha dari perusahaan telekomunikasi Deutsche Telekom AG. Nilai buyback saham oleh perusahaan tersebut mencapai US$14 miliar.

"Pembelian akan dilakukan menggunakan kas yang tersedia dan dana dari penerbitan utang," tulis T-Mobile dalam laporannya kepada Securities and Exchange Commission (SEC), dikutip pada Selasa (18/10/2022).

Comcast juga tercatat hendak melakukan buyback saham mencapai US$20 miliar, sedangkan buyback oleh Johnson & Johnson direncanakan mencapai US$5 miliar.

Berdasarkan catatan Accountable US, terdapat 5 perusahaan yang langsung melakukan buyback saham setelah diundangkannya IRA. Kelompok advokasi tersebut mencatat nilai buyback saham oleh 5 perusahaan terbuka tersebut mencapai US$1,5 miliar.

Buyback saham tersebut dilakukan menggunakan skema accelerated share repurchase (ASR) guna menghindari pengenaan cukai yang berlaku pada tahun depan. Akibatnya, potensi penerimaan yang hilang dari transaksi ini mencapai US$15 juta. 

Untuk diketahui, pemerintah dan Kongres AS sepakat untuk memberlakukan cukai atas buyback saham dengan tarif sebesar 1% mulai tahun depan guna menekan praktik buyback saham oleh korporasi-korporasi besar.

Cukai atas buyback saham tidak berlaku apabila nilai buyback tidak mencapai US$1 juta atau jika buyback saham tersebut dikontribusikan untuk program pensiun karyawan, program kepemilikan saham karyawan, atau program-program sejenis.

Sementara itu, Ketua Partai Demokrat Senat AS Charles Schumer menilai praktik buyback saham perlulah ditekan. Menurutnya, perusahaan seharusnya memakai labanya untuk mendanai kegiatan riset dan pelatihan, bukan membeli kembali saham yang beredar.

"Alih-alih menginvestasikan laba pada kegiatan pelatihan dan riset, perusahaan lebih memilih untuk meningkatkan harga saham secara artifisial melalui buyback saham. Ini adalah perbuatan yang tercela," ujar Schumer seperti dilansir thehill.com. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.