INGGRIS

Butuh Anggaran Rp900 Triliun, Inggris Bakal Naikkan Tarif Pajak

Muhamad Wildan
Selasa, 01 November 2022 | 11.30 WIB
Butuh Anggaran Rp900 Triliun, Inggris Bakal Naikkan Tarif Pajak

Ilustrasi.

LONDON, DDTCNews - Pemerintah Inggris berencana untuk menaikkan tarif pajak guna menambal kebutuhan fiskal yang ditaksir mencapai £50 miliar atau sekitar Rp900 triliun pada tahun depan.

Pejabat di internal Kementerian Keuangan Inggris mengatakan beban utang yang masif akibat penarikan pinjaman pada tahun-tahun sebelumnya tidak bisa ditangani apabila hanya melalui pengurangan belanja.

"Setelah meminjam ratusan miliar pound selama pandemi, pemerintah tak bisa menangani lubang hitam pada postur fiskal melalui pemotongan belanja saja," ujar pejabat Kementerian Keuangan yang tak disebutkan namanya, dikutip pada Selasa (1/11/2022).

Sementara itu, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak dan Menteri Keuangan Inggris Jeremy Hunt dikabarkan telah bersepakat untuk meningkatkan tarif pajak secara merata.

Setiap pemangku kepentingan atau stakeholder juga menilai perlu adanya kontribusi yang lebih dari pajak apabila pemerintah ingin mempertahankan kualitas layanan publik dan menyehatkan anggaran.

"Mereka yang memiliki kemampuan lebih tinggi perlu menanggung beban yang lebih besar pula," ujar pejabat Kemenkeu tersebut dikutip dari ft.com.

Pemerintah Inggris akan mengumumkan kebijakan pajak dan belanja untuk tahun anggaran 2023 secara lengkap kepada publik dalam Autumn Statement pada 17  November 2022.

Perdana Menteri Inggris sebelumnya, Liz Truss sempat berencana memangkas tarif PPh orang pribadi dan membatalkan kenaikan tarif PPh badan mulai April 2023. Namun, kebijakan ini direspons negatif dari pasar dan memaksa Truss mundur dari kursi kepemimpinannya.

Kebijakan-kebijakan pajak Truss yang akhirnya dibatalkan antara lain penurunan tarif tertinggi PPh orang pribadi dari 45% ke 40% dan penurunan tarif terendah PPh orang pribadi dari 20% menjadi 19%.

Tarif PPh badan juga diputuskan untuk tetap naik dari 19% menjadi 25% sesuai dengan kebijakan Inggris di bawah kepemimpinan Boris Johnson dan Sunak yang saat itu menjabat sebagai menteri keuangan. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.