TRANSPARANSI KEUANGAN

Soal Perpres Beneficial Ownership, Ini Kata Pengamat Pajak

Redaksi DDTCNews
Rabu, 07 Maret 2018 | 17.05 WIB
Soal Perpres Beneficial Ownership, Ini Kata Pengamat Pajak

JAKARTA, DDTCNews – Aturan terkait keterbukaan informasi pemilik manfaat dari korporasi atau beneficial owner (BO) akhirnya terbit dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2018. Selain untuk mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pendanaan terorisme, aturan ini dinilai dapat menjadi alat untuk mencegah pelanggaran hukum pajak.

Hal tersebut diungkapkan oleh pengamat perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji. Menurutnya, otoritas pajak bisa menggunakan Perpres ini sebagai landasan hukum dalam mencegah kejahatan dalam bidang perpajakan.

"Tidak hanya untuk pencegahan dan pemberantasan money laundering dan pendanaan terorisme, ketentuan ini juga bermanfaat dalam mencegah upaya ‘melarikan diri’ dari beban pajak melalui aktivitas pengelakan (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance)," katanya, Rabu  (7/3).

Seperti yang diketahui, Perpres  ini mewajibkan setiap korporasi untuk memberikan detail informasi pemilik manfaat. Adapun salah satu definisi pemilik manfaat ialah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada korporasi atau dengan kata lain individu yang memegang kendali atas operasional suatu badan usaha.

Menurut Bawono, menghindari kewajiban pajak merupakan salah satu alasan pemilik manfaat atau BO untuk menyamarkan asal usul, jumlah manfaat yang diterima, serta memutus rantai kepemilikan. Praktik ini dilakukan agar terhindar sebagian atau seluruhnya dari kewajiban membayar pajak yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya sebagai wajib pajak.

Selain itu, praktik BO juga erat kaitannya dengan fenomena aliran dana gelap (illicit financial flows) ke luar yurisdiksi. Menurutnya negara dirugikan ratusan triliun dari kegiatan ilegal ini.

"Dari data Global Financial Integrity selama kurun waktu 2004-2013, rata-rata tiap tahun aliran dana gelap ke luar Indonesia sebesar USD18.071 juta atau sekitar Rp200 triliun," paparnya. 

Oleh karena itu, besarnya jumlah kerugian negara dari pelanggaran hukum pajak ini, maka tidak mengherankan jika mulai 2017 Global Forum on Transparency and Exchange of Information telah mensyaratkan adanya identifikasi BO dalam format pertukaran informasi. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.