JAKARTA, DDTCNews - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution buka suara terkait melejitnya angka inflasi inti pada Juli 2018. Setidaknya ada dua faktor yang dominan menyumbang angka inflasi inti yang mencpai 0,41%.
"Biasanya, inflasi inti itu ada di bawah 0,4%. Salah satunya dipicu inflasi barang impor (imported inflation)," katanya, Rabu (1/8).
Melonjaknya nilai impor ini tidak lepas dari dari pelemahan rupiah terhadap kurs dolar Amerika Serikat (AS). Sebagai gambaran, hingga kini kurs rupiah masih bertengger dengan rentang Rp14.400 hingga Rp14.500 per dolar AS.
Selain besarnya volume impor, naiknya inflasi inti juga bisa disumbangkan oleh naiknya permintaan. Dengan kata lain ada perbaikan pada konsumsi masyarakat.
Meski mendapat tekanan dari inflasi inti, Darmin tetap optimistis inflasi sepanjang tahun akan mencapai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yaitu di kisaran 3,5%. Terlebih, inflasi Juli secara bulanan hanya 0,28% atau masih di bawah 0,3%.
"Biasanya, memang inflasi inti kita rendah, inflasi tahunan harga pangan bergejolak sebaiknya dijaga jangan sampai di atas 5%," paparnya.
Seperti yang diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan kelompok pengeluaran berupa bahan makanan, makanan jadi dan sektor pendidikan jadi kontributor utama angka inflasi Juli sebesar 0,28%. Adapun untuk bahan makanan kenaikan harga telur ayam ras jadi komoditas penyumbang terbesar inflasi Juli 2018, disusul oleh daging ayam ras.
Sementara itu, inflasi inti juga tercatat tertinggi sepanjang tahun 2018. Komponen inflasi inti pada Juli 2018 mengalami inflasi sebesar 0,41%. Tingkat inflasi komponen inti tahun kalender (Januari-Juli) 2018 mengalami inflasi sebesar 1,78% dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun (Juli 2018 terhadap Juli 2017) sebesar 2,87%.
"Kalau ditarik mundur dari Januari memang paling tinggi itu di bulan Juli, lalu apakah itu bukan sebuah pertanda daya beli kita mulai membaik," kata Kepala BPS Suhariyanto. (Amu)