Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah tengah menggodok insentif berupa perlakuan khusus pajak penghasilan untuk tenaga kerja asing dengan kompetensi tertentu yang masuk dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Rencana ini menjadi bagian dari revisi beleid insentif untuk KEK yang tengah dilakukan di bawah Kemenko Perekonomian. Pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No.96/2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan KEK serta PP No.2/2011 tentang Penyelenggaraan KEK.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Ellen Setiadi mengatakan pemerintah akan memperjelas pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP) untuk wajib pajak luar negeri. Hal ini dikarenakan KEK jasa akan mendatangkan banyak pelaku asing seperti tenaga pendidikan dan kesehatan.
“Misalnya rumah sakit atau sekolah internasional. Kalau pajak PPh OP di Indonesia lebih tinggi dari negara asal, jadi tidak menarik,” katanya.
Dalam catatan DDTCNews, rencana pemerintah ini tidak bisa dilepaskan dari kompetisi memperebutkan sumber daya manusia (SDM) bertalenta tinggi dan fenomena tax exile. Hal ini, salah satunya ditandai dengan adanya perlakuan pajak khusus bagi individu subjek pajak dalam negeri (SPDN) negara lain. Simak bahasan mengenai tax exile di sini.
Selain itu beberapa media nasional juga menyoroti permintaan dari Ditjen Pajak (DJP) kepada wajib pajak (WP) badan yang melaporkan SPT Tahunan PPh untuk mengunggah kembali dokumen atau lampiran. Lampiran itu ternyata tidak terbaca oleh sistem.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Ellen Setiadi mengatakan kajian insentif untuk KEK jasa tetap akan disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang PPh. Jika memang dimungkinkan, pemerintah akan merinci dan menerbitkan insentif tersebut. Pada intinya, pemerintah ingin menarik tenaga ahli atau andal ke dalam negeri. Hal ini juga agar tidak membuat devisa selalu lari ke luar.
“Seperti [dalam bidang] kesehatan, orang sakit biasanya ke luar negeri. Nah, kita pindahkan pelakunya ke dalam negeri,” imbuhnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan permintaan untuk mengunggah ulang itu untuk WP yang melaporkan SPT melalui layanan e-Filing via website DJP online pada 18 April 2019—10 Mei 2019.
“Pada periode itu, ada sekitar 90.000-an SPT Tahunan WP Badan yang disampaikan secara e-filing via web,” katanya.
Para WP badan yang menerima imbauan lewat surel diharapkan untuk segera mengunggah dokumen tersebut sebelum jangka waktu yang tertera pada surel. Adapun jangka waktu tersebut ditetapkan pada 30 Juni 2019.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan masih ada celah penghindaran pajak untuk penyedia layanana aplikasi konten melalui internet (over the top/OTT). Dia mengungkapkan selama ini transaksi daring masih berlangsung meskipun perusahaan OTT itu belum mengantongi bentuk usaha tetap (BUT).
“Fokus seharusnya tidak melulu pada Google dan Facebook. Ada sejumlah perusahaan OTT, misalnya yang menawarkan layanan teknologi pemasaran dan punya jejaring besar, tetapi tidak punya kantor di Indonesia,” katanya.
Indonesia dinilai mampu menangkap peluang dari perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China. Namun, perbaikan iklim investasi menjadi bagian yang paling krusial. Pemerintah perlu mengevaluasi berbagai paket kebijakan yang belum berjalan baik, perkembangan KEK yang mandek, dan ekosistem pengembangan ekonomi kreatif. (kaw)