AUDIT KINERJA

BPK Temukan 2 Masalah Perpajakan dalam Audit LKPP 2018, Apa Itu?

Redaksi DDTCNews
Rabu, 12 Juni 2019 | 17.10 WIB
BPK Temukan 2 Masalah Perpajakan dalam Audit LKPP 2018, Apa Itu?

Anggota II BPK Agus Joko Pramono saat memberikan pemaparan. 

JAKARTA, DDTCNews – Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2018 menunjukan ada beberapa permasalahan perpajakan.

Anggota II BPK Agus Joko Pramono mengatakan setidaknya terdapat dua masalah dari laporan keuangan Kemenkeu. Keduanya berasal dari bidang perpajakan, yakni piutang perpajakan yang kembali muncul dengan angka yang tercatat naik dari 2017 serta permasalahan bea masuk antidumping produk baja.

“Permasalahan Kemenkeu terdapat di perpajakan dan juga bea masuk antidumping untuk baja yang sampai kita menggelar rapat di Kantor Menko,” katanya di Kantor BPK, Rabu (12/6/2019).

Dalam penyerahan laporan hasil audit laporan keuangan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan temuan dan rekomendasi BPK mendapat atensi khusus otoritas fiskal. Untuk temuan bea masuk antidumping misalnya,  sudah mulai dilakukan proses perbaikan regulasi.

Adapun perbaikan regulasi tersebut, menurutnya, akan berada di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian. Permasalahan bea masuk antidumping tersebut merupakan temuan BPK di wilayah perdagangan bebas Batam.

“Pelaksaan bea masuk antidumping ini salah satu temuan BPK untuk baja yang di Batam. Pak Menko Perekonomian dan Ditjen Bea Cukai saat ini sedang dilakukan perbaikan dalam pelaksanaan rekomendasinya,” ungkapnya.

Sementara itu, terkait dengan temuan piutang perpajakan senilai Rp81,4 triliun pada laporan 2018. Dirjen Pajak Robert Pakpahan menyampaikan temuan itu tidak lepas dari masih lemahnya sistem Ditjen Pajak. Proses bisnis terkait piutang pajak masih dilakukan secara terpisah sehingga menimbulkan kesalahan dalam administrasi pencatatan.

Nilai piutang itu tercatat naik sekitar 38,99% dibandingkan dengan saldo piutang perpajakan pada 2017 sebanyak Rp58,6 triliun. Piutang tersebut terbagi atas piutang di Ditjen Pajak senilai Rp68,9 triliun serta Ditjen Bea dan Cukai senilai Rp13,3 triliun.

Menurut Robert, banyak piutang pajak yang tidak terekam oleh sistem. Dengan demikian, data yang tersaji belum merekam secara komprehensif struktur piutang pajak yang berada di Ditjen Pajak.

“Jadi kendala ada pada sistem. Kita sedang usahakan semua sistem terintegrasi. Untuk sekarang ini masih terpisah - pisah sehingga ketika ada satu action untuk kurangi piutang yang tidak terekam [sistem],” imbuhnya. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.