Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) Kanwil DJP Jakarta Khusus Ani Natalia.
JAKARTA, DDTCNews - Kantor Wilayah Ditjen Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Khusus menggelar Kelas Pajak Kolaboratif yang membahas tentang penghitungan PPh Pasal 21 berdasarkan PP 58/2023 dan PMK 168/2023.
Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) Kanwil DJP Jakarta Khusus Ani Natalia mengatakan kehadiran PP 58/2023 dan PMK 168/2023 telah menyelaraskan ketentuan pemotongan pajak atas penghasilan wajib pajak orang pribadi dengan standar yang berlaku di banyak negara.
"Kita, hampir sama dengan banyak negara di dunia, akan mulai menerapkan tarif efektif rata-rata yang kita kenal dengan sebutan TER," ujar Ani, Kamis (18/1/2024).
Dengan hadirnya PP 58/2023 dan PMK 168/2023, tata cara pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap disederhanakan. Pemotong pajak cukup mengalikan penghasilan bruto pegawai tetap dengan tarif efektif bulanan kategori A, B, ataupun C yang terlampir pada PP 58/2023.
"Kami ingin mengadopsi dengan standar yang ada di negara-negara lain. Ini memberikan kemudahan. Misalnya, saya berpenghasilan Rp400 juta, saya masuk di kelas mana, A, B, atau C. Penghasilan brutonya berapa, tinggal dikalikan dengan tarif di tabel," ujar Ani.
Penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif dilakukan pada masa pajak Januari hingga November. Untuk masa pajak Desember, PPh Pasal 21 dihitung ulang menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dengan memperhitungkan PPh Pasal 21 yang sudah dipotong pada Januari hingga November.
Penyuluh Ahli Madya KPP PMA Dua Dony Himawan pun menerangkan dengan hadirnya PP 58/2023 dan PMK 168/2023, pemotong pajak tidak perlu lagi repot-repot memperhitungkan menyetahunkan penghasilan bruto, menghitung penghasilan neto, ataupun menghitung penghasilan kena pajak ketika memotong PPh Pasal 21 setiap bulannya.
"Sekarang langsung menggunakan penghasilan bruto yang diterima pada bulan itu. Apakah dia ada unsur penghasilan teratur ataupun tidak teratur, langsung dikalikan dengan tarif yang ada di tabel," ujar Dony.
Penyuluh Ahli Madya KPP Badan dan Orang Asing Arief Budi Nugroho pun mengatakan tarif efektif bulanan dipilih berdasarkan PTKP dari pegawai yang dikenai pemotongan PPh Pasal 21.
Tarif efektif bulanan kategori A diterapkan atas penghasilan bruto yang diperoleh orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (TK/1), dan kawin tanpa tanggungan (K/0).
Tarif efektif bulanan kategori B diterapkan atas penghasilan bruto yang diperoleh orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin dengan tanggungan 2 orang (TK/2), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (TK/3), kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (K/1), dan kawin dengan jumlah tanggungan 2 orang (K/2).
Kemudian, tarif efektif bulanan kategori C diterapkan atas penghasilan bruto yang diterima oleh orang pribadi dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (K/3).
"Ada juga tarif efektif yang sifatnya harian untuk penerima yang bukan merupakan pegawai tetap," ujar Arief.
Oleh karena itu, pemotong pajak harus memahami profil dari subjek pajak yang dikenai pemotongan sebelum pemotong pajak melaksanakan pemotongan PPh Pasal 21. (sap)