Foto udara deretan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di PT Garudafood Putra Putri Jaya, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (18/1/2024). ANTARA FOTO/Novrian Arbi/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menghapus skema jual beli listrik dari pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Skema ini sebelumnya biasa dilakukan oleh pengguna PLTS atap.
Ketetuan ini diatur melalui Permen ESDM 2/2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU). Kendati tidak ada lagi skema jual beli listrik, pemerintah menjanjikan insentif agar pemasangan PLTS atap tetap menarik.
"Kan tidak ada ekspor impor (listrik), tapi kita tetap ada insentifnya. Jadi konsumen yang pasang PLTS atap itu tidak kena charge, kan ada biaya sandar dan sebagainya. Nah di dalam itu tidak ada, itu sebagai insentif," ujar Sekjen Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, dikutip pada Senin (26/2/2024).
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 13 dalam Permen ESDM 2/2024, yang mengatur bahwa kelebihan energi listrik dari sistem PLTS atap yang masuk ke jaringan pemegang IUPTLU tidak diperhitungkan ke dalam penentuan jumlah tagihan listrik pelanggan PTLS atap.
Namun, dalam Pasal 47 juga diatur bahwa terhadap sistem PLTS atap yang telah beroperasi dan terhubung ke jaringan pemegang IUPTLU, ekspor impor listrik dinyatakan tetap berlaku selama 10 tahun sejak mendapatkan persetujuan dari pemegang IUPTLU.
Selain itu, pelanggan PLTS atap yang telah mendapatkan persetujuan dari pemegang IUPTLU tetapi belum beroperasi sebelum permen ini berlaku, mekanisme perhitungan ekspor impor listrik dan ketentuan biaya kapasitasnya tetap berlaku selama 10 tahun sejak mendapatkan persetujuan dari pemegang IUPTLU.
PLTS Atap Jadi Kurang Menarik Bagi Rumah Tangga
Melalui revisi dalam Permen PLTS Atap tersebut, Dadan tidak menampik bahwa pengembangan PLTS atap untuk rumah tangga akan kurang menarik. Alasannya, bagi rumah tangga puncak beban listrik terjadi pada malam hari, sedangkan produksi listrik dari PLTS atap terjadi pada siang hari.
"Memang PLTS atap agak sulit untuk rumah tangga, karena tidak ada ekspor impor listrik dan tidak ada titip (listrik). Kalau dulu kan bisa dititipkan di PLN terus dipakai malam, rumah tangga itu kan pakai listriknya malam, padahal matahari kan adanya siang, nah ini kurang match di situ. Kecuali jika menggunakan baterai untuk menyimpan listrik," tuturnya.
Namun, Dadan mengatakan bahwa pemerintah akan mendorong pemanfaatan PLTS atap untuk industri-industri, mengingat konsumsi listrik industri relatif stabil. Dorongan PLTS atap bagi industri juga dilakukan untuk mengejar target pemasangan PLTS atap sebesar 3,6 GW pada tahun 2025 nanti.
"Kita dorong (PLTS atap) industri, karena punya baseload, dan itu skalanya besar-besar. Kita tidak menurunkan target, target PLTS atap 3,6 GW 2025. Tapi kita masih menunggu kuota yang keluar tahun ini berapa, karena akan ada urusannya dengan keandalan sistem PLN," pungkasnya. (sap)