KEBIJAKAN PAJAK

Perguruan Tinggi Swasta Turut Dikenai PBB-P2, Begini Aturan Pajaknya

Nora Galuh Candra Asmarani
Selasa, 05 Maret 2024 | 15.30 WIB
Perguruan Tinggi Swasta Turut Dikenai PBB-P2, Begini Aturan Pajaknya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pajak bumi dan bangunan perdesaan perkotaan (PBB-P2) bumi dan/atau bangunan yang dikuasai, dimiliki, dan/atau dimanfaatkan oleh perguruan tinggi swasta (PTS) dikenai sebesar 50% dari PBB-P2 yang seharusnya terutang.

Pengenaan PBB-P2 atas PTS di antaranya diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-10/PJ.6/1995 tentang Pengenaan PBB atas PTS. Berdasarkan beleid tersebut, pengenaan PBB-P2 atas PTS berdasarkan pada kecenderungan PTS untuk memperoleh keuntungan.

“PTS merupakan institusi pendidikan yang mempunyai fungsi sosial dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, PTS juga berkembang sebagai institusi yang cenderung memperoleh keuntungan,” bunyi klausul pembuka surat edaran, dikutip pada Selasa (5/3/2024).

Berdasarkan SE-10/PJ.6/1995, PTS adalah perguruan tinggi yang berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas, yang diselenggarakan oleh badan penyelenggaraan PTS yang berbentuk yayasan, perkumpulan sosial dan/atau badan wakaf.

Merujuk SE-10/PJ.6/1995, PTS akan diterbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang/SPPT apabila memenuhi salah satu dari 5 kriteria. Pertama, Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SSP) dan pungutan lainnya dengan nama apapun rata-rata ≥ Rp2 juta satu tahun.

Kedua, luas bangunan ≥ 2.000 m2. Ketiga, lantai/tingkat bangunan ≥ 4 lantai. Keempat, Luas tanah ≥ 20.000 m2. Kelima, jumlah mahasiswa ≥ 3.000 mahasiswa. Apabila memenuhi salah satu dari kelima kriteria tersebut maka PTS terutang PBB-P2 sebesar 50% dari PBB-P2 yang seharusnya terutang.

Namun, untuk bumi dan/atau bangunan yang secara nyata tidak dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pendidikan secara langsung yang terletak di luar lingkungan PTS bersangkutan maka tetap dikenakan PBB-P2 sepenuhnya.

Apabila PTS dapat membuktikan bahwa dalam kegiatannya nyata-nyata tidak memperoleh surplus atau keuntungan maka PTS tersebut dapat mengajukan permohonan pengurangan atau permohonan pembatalan SPPT sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Permohonan tersebut harus didukung dengan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Data tersebut seperti laporan keuangan, laporan penerimaan dan pengeluaran rutin, serta data lain yang mendukung.

Sementara itu, yang dimaksud keuntungan PTS adalah selisih lebih antara besarnya penerimaan yang diperoleh dari beragam pemasukan dikurangi dengan biaya-biaya pengeluaran rutin/operasional. Pemasukan dalam konteks ini meliputi:

  1. SPP;
  2. biaya seleksi masuk perguruan tinggi;
  3. sumbangan wajib pembangunan/pengadaan prasarana yang dikenakan kepada mahasiswa;
  4. hasil kontrak kerja yang sesuai dengan peranan dan fungsi perguruan tinggi
  5. penerimaan dari hasil usaha sampingan, dan
  6. lain sebagainya

Namun, sebagai pajak yang menjadi kewenangan daerah, pengenaan PBB-P2 tentu akan mengikuti peraturan daerah setempat. Misal, pengenaan PBB-P2 atas PTS di DKI Jakarta mengacu pada Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta No. 91/2013.

Berdasarkan pergub tersebut, bumi dan/atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai atau dimanfaatkan untuk PTS dikenai PBB-P2 sebesar 50% dari PBB-P2 yang seharusnya terutang sepanjang memenuhi salah satu dari 5 kriteria.

Pertama, SPP dan pungutan lainnya dengan nama apapun rata-rata di atas Rp5 juta satu tahun. Kedua, luas bangunan di atas 2.000 m2. Ketiga, lantai/tingkat bangunan di atas 4 lantai. Keempat, luas tanah di atas 20.000 m2. Kelima, jumlah mahasiswa di atas 3.000 mahasiswa.

“PTS yang tersebar dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan 1 kepemilikan atau 1 manajemen, dikenakan PBB­-P2 jika dari hasil penjumlahan atas bagian-bagian objek PBB­-P2 yang dimiliki atau dikuasai atau dimanfaatkan oleh PTS yang bersangkutan memenuhi kriteria,” bunyi Pasal 3 ayat (2) Pergub Provinsi DKI Jakarta No. 91/2013.

Namun, pengenaan PBB-P2 atas PTS kerap menimbulkan polemik. Sejumlah pihak menilai PTS dan penyelenggara pendidikan swasta lain semestinya dibebaskan dari PBB-P2. Sebab, penyelenggara pendidikan swasta pada hakikatnya turut mendidik anak-anak bangsa. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.