PENERIMAAN PAJAK

Turun 27 Persen, Setoran Pajak dari Sektor Tambang Hanya Rp 19 Triliun

Muhamad Wildan
Senin, 25 Maret 2024 | 16.00 WIB
Turun 27 Persen, Setoran Pajak dari Sektor Tambang Hanya Rp 19 Triliun

Ilustrasi. Seorang penambang tradisional mengeluarkan material (batu rep) yang mengandung emas dari dalam lubang di Pertambangan Rakyat, Desa Anggai, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sabtu (3/2/2024). ANTARA FOTO/Andri Saputra/nz.

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mencatat sektor pertambangan menjadi sektor usaha dengan pertumbuhan penerimaan pajak paling menurun dibandingkan dengan sektor lainnya dalam tahun berjalan ini.

Hingga 15 Maret 2024, setoran pajak dari sektor pertambangan mencapai Rp19,4 triliun, turun 26,8% dibandingkan dengan tahun lalu. Adapun realisasi setoran pajak sektor pertambangan menyumbang 5,83% dari total penerimaan.

"Pertambangan mengalami kontraksi sangat dalam, ini juga karena restitusi. Kalau tanpa restitusi, pertambangan negatifnya hanya 4,1%," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (25/3/2024).

Setoran pajak dari industri pengolahan atau manufaktur juga mengalami penurunan sebesar 12,3%. Penurunan tersebut terjadi utamanya akibat tekanan pada subsektor industri sawit dan industri logam dasar.

Meski demikian, industri manufaktur tetap memberikan kontribusi terbesar terhadap total penerimaan pajak, yaitu sebesar 25,64% dengan nilai setoran mencapai Rp85,29 triliun.

Lebih lanjut, setoran pajak dari sektor perdagangan turun tipis sebesar -0,2% akibat adanya tekanan pada subsektor perdagangan besar bahan bakar. Meski tertekan, kontribusi sektor perdagangan tercatat 24,35% dengan nilai mencapai Rp81 triliun.

Berbanding terbalik, setoran pajak dari sektor jasa mampu bertumbuh. Contoh, setoran pajak sektor jasa keuangan mencapai Rp49,67 triliun, tumbuh 14,3%.

Sementara itu, setoran pajak dari sektor informasi dan komunikasi tumbuh 21,8%, atau tumbuh paling tinggi dibandingkan dengan setoran pajak dari sektor lainnya. Meski demikian, kontribusinya hanya senilai Rp12,08 triliun.

"Kami lihat tambang dan manufaktur itu tekanannya cukup besar karena harga komoditas. Kemudian, menimbulkan restitusi yang harus dibayarkan kembali. Sementara itu, konstruksi, jasa keuangan, transportasi, dan komunikasi masih relatif sehat," ujar Sri Mulyani. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.