Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah akan berupaya meningkatkan peringkat utang (credit rating) Indonesia yang saat ini berada pada posisi BBB dan outlook stable.
Sri Mulyani mengatakan salah satu kunci kenaikan peringkat utang ini adalah peningkatan rasio perpajakan (tax ratio). Oleh karena itu, pengelolaan APBN termasuk tax ratio perlu terus diperbaiki.
"Kami sebetulnya masih berharap suatu saat Indonesia segera mencapai single A. Salah satu yang untuk menjadi single A adalah kalau kita bisa memperbaiki tax ratio, dan itu adalah usaha keras," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, dikutip pada Jumat (7/6/2024).
Tax ratio tercatat sebesar 10,32% pada 2023. Adapun pada tahun ini, tax ratio ditargetkan sebesar 10,12%.
Selain tax ratio, Sri Mulyani menyebut faktor lain yang turut mempengaruhi peringkat utang Indonesia yakni pendalaman pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan pasar keuangan. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR mengesahkan UU 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Dia menjelaskan peringkat kredit Indonesia hingga April 2024 tetap terjaga pada level investment grade sebagaimana terakhir diafirmasi oleh Fitch dan Moody's. Kedua lembaga pemeringkat ini masing-masing memberikan peringkat kredit BBB dan Baa2 dengan outlook stable.
Fitch kembali mempertahankan peringkat kredit Indonesia dengan mempertimbangkan stabilitas ekonomi yang terjaga dan rasio utang terhadap PDB yang relatif rendah. Sementara Moody's, mempertahankan peringkat kredit Indonesia karena menilai ketahanan ekonomi Indonesia yang terjaga serta didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil.
Sri Mulyani pun menyebut Indonesia mampu mempertahankan peringkat utang meski dihadapkan pada berbagai tantangan. Menurutnya, ada beberapa negara yang memiliki peringkat utang seperti Indonesia, tetapi outlook-nya mulai negatif.
Apabila outlook negatif terus berlanjut, peringkat utang negara tersebut dapat diturunkan. Di sisi lain, banyak negara maju juga mulai mengalami penurunan peringkat kredit dan outlook negatif, seperti Prancis dan Amerika Serikat.
"Jadi stable atau positif stable dalam situasi yang kondisi ekonominya dan beban dari keseluruhan syok sangat besar ini merupakan suatu prestasi," ujarnya. (sap)