Direktur Surat Utang Negara DJPPR Deni Ridwan (kiri).
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta masyarakat untuk tidak terlalu sensitif terhadap persoalan utang pemerintah.
Direktur Surat Utang Negara DJPPR Deni Ridwan mengatakan penarikan utang dilaksanakan karena kebutuhan belanja negara lebih besar dari pendapatan negara. Meski begitu, rasio utang pemerintah Indonesia masih tergolong rendah di antara negara lainnya di kawasan.
"Jangan terlalu sensitif atau negatif terhadap utang karena justru bagaimana kita mengelola utang dengan baik agar tetap bisa dipakai untuk memenuhi proyek-proyek yang prioritas," katanya, dikutip pada Minggu (13/10/2024).
Deni menuturkan rasio utang pemerintah memang sempat menyentuh 40% PDB pada 2 tahun lalu. Hal ini terjadi karena pandemi Covid-19 telah menyebabkan kenaikan kebutuhan belanja negara, sedangkan di sisi lain pendapatan negara mengalami kontraksi tajam.
Kini, rasio utang pemerintah terus mengalami penurunan hingga berada di kisaran 38% PDB. Artinya, PDB Indonesia naik lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan utang pemerintah.
Dia menjelaskan rasio utang pemerintah dihitung berdasarkan PDB untuk menggambarkan ukuran ekonomi suatu negara. Dengan PDB yang besar, artinya suatu negara juga akan memiliki kemampuan untuk menarik pajak dan memenuhi semua kewajibannya.
"Kalau PDB makin meningkat dan utangnya lebih kecil, maka kemampuan negara untuk melunasi utang-utangnya makin baik karena dia punya potensi untuk menarik pajak yang lebih tinggi," ujar Deni.
Dia menambahkan rasio utang Indonesia juga menjadi yang terkecil kedua di Asean setelah Brunei Darussalam. Selain itu, lanjutnya, makin maju suatu negara juga bukan berarti rasio utangnya lebih kecil. Adapun rasio utang Jepang dan AS masing-masing mencapai 250% dan 100%.
Sebagai informasi, posisi utang pemerintah pada akhir Agustus 2024 tercatat senilai Rp8.461,93 triliun dengan rasio sebesar 38,49%. Rasio utang pemerintah ini masih terjaga di bawah batas aman 60% sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. (rig)