Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews—Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim pengenaan cukai mampu menekan konsumsi kantong plastik hingga 50%.
"Apabila disetujui Komisi XI, pengenaan cukai ini diasumsikan konsumsi akan menurun 50%, sehingga total konsumsinya menjadi hanya 53,5 juta ton," katanya di Gedung Parlemen, Rabu (19/2/2020).
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lanjut Menkeu, konsumsi kantong plastik di Indonesia mencapai 107 juta ton per tahun, di mana disumbang dari sekitar 90.000 gerai ritel.
Dengan catatan itu, Indonesia bahkan sempat menempati posisi ketiga penghasil sampah plastik terbesar setelah China dan India. Untuk itu, pengendalian konsumsi kantong plastik bisa dibilang cukup urgensi.
“Kami ingin mencontoh Irlandia, Denmark, dan Malaysia dalam mengenakan cukai pada kantong plastik, di mana mereka berhasil menekan konsumsi kantong plastik karena cukai,” tutur Sri Mulyani.
Selain pengendalian, cukai juga bisa menambah penerimaan negara. Kemenkeu menghitung potensi penerimaan cukai dari kantong plastik bisa mencapai Rp1,6 triliun per tahun. Meski begitu, target tahun ini hanya dipatok Rp100 miliar.
Pemerintah berencana hanya mengenakan cukai sekitar Rp30.000 per kg atau Rp200 per lembar plastik. Angka itu, kata Menkeu, tidak signifikan mengerek harga barang. Sumbangan cukai plastik terhadap inflasi ditaksir hanya 0,045%.
Cukai plastic itu juga lebih murah ketimbang negara lain. Irlandia misalnya yang memungut cukai sebesar €22,93 per kg atau sekitar Rp332.000, dan Malaysia sebesar RM4,5 per kg atau sekitar Rp63.500 per kg.
Cukai akan dipungut dari kantong plastik produksi dalam maupun luar negeri. Pembayaran cukai dilakukan saat dikeluarkan dari pabrik ataupun pelabuhan secara berkala setiap bulan.
Pengawasan akan dilakukan melalui registrasi pabrikan, pelaporan produksi, pengawasan fisik, dan audit. DDTC pernah mendiskusikan prospek cukai atas kantong plastik melalui kajian yang berjudul 'Komparasi Objek Cukai secara Global dan Pelajaran bagi Indonesia'. (rig)