SE-05/PJ/2020

Data-data yang Perlu Penilaian DJP Jika Terindikasi Tidak Wajar

Nora Galuh Candra Asmarani
Selasa, 10 Maret 2020 | 19.00 WIB
Data-data yang Perlu Penilaian DJP Jika Terindikasi Tidak Wajar

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews—Ditjen Pajak menerbitkan surat edaran perihal prosedur penilaian atau serangkaian kegiatan yang dilakukan petugas DJP dalam menentukan nilai tertentu atas objek penilaian pada saat tertentu

Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-05/PJ/2020 tentang Prosedur Pelaksanaan Penilaian untuk Tujuan Perpajakan disebutkan bahwa penilaian dilakukan apabila terdapat data yang mengindikasikan ketidakwajaran nilai objek pajak yang dilaporkan wajib pajak.

Penilaian yang dilakukan DJP dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar dalam rangka melaksanakan ketentuan di bidang perpajakan, termasuk analisis kewajaran usaha.

“SE Dirjen ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Kantor Pelayanan Pajak, Kanwil DJP, dan Kantor Pusat DJP dalam melaksanakan penilaian untuk tujuan perpajakan,” demikian kutipan maksud dalam beleid tersebut, Selasa (10/3/2020).

Menurut beleid itu, tiga data yang dimaksud di antaranya, pertama, indikasi ketidakwajaran harga perolehan atau nilai sisa buku harta berwujud yang mempengaruhi besarnya biaya penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 UU PPh.

Kedua, indikasi ketidakwajaran yang terdeteksi pada harga perolehan atau nilai sisa buku atas harta tidak berwujud yang mempengaruhi besarnya biaya amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A UU PPh.

Ketiga, indikasi ketidakwajaran penghasilan dari transaksi pengalihan harta atas tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan yang dikenakan PPh final Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPh.

Selain data lain yang mengindikasikan ketidakwajaran, penilaian DJP juga bisa dilakukan dari suatu transaksi tertentu. Menurut beleid ini, terdapat enam transaksi yang memerlukan penilaian.

Penilaian juga perlu dilakukan dalam hal terdapat objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pertambangan, Perkebunan, Perhutanan dan sektor lainnya (PBB-P3) yang memerlukan penilaian lapangan.

Beleid ini ditetapkan pada 27 Februari 2020. Berlakunya beleid ini sekaligus mencabut beleid terdahulu yaitu SE Dirjen Pajak No SE-61/PJ/2015 serta ketentuan huruf F angka 3, 4, dan 5 dalam SE Dirjen Pajak No. SE-54/PJ/2016. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.