EFEK VIRUS CORONA

Menkeu: Dampak Covid-19 ke Pasar Keuangan Lebih Buruk dari Krisis 2008

Dian Kurniati
Senin, 11 Mei 2020 | 10.25 WIB
Menkeu: Dampak Covid-19 ke Pasar Keuangan Lebih Buruk dari Krisis 2008

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (tangkapan layar di Youtube Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai dampak yang ditimbulkan oleh pandemi virus Corona (Covid-19) terhadap pasar keuangan Indonesia lebih buruk dibandingkan dengan krisis keuangan pada 2008-2009.

Sri Mulyani merujuk data arus modal keluar (capital outflow) dari Indonesia sepanjang Januari hingga Maret 2020 yang mencapai Rp145,28 triliun. Saat krisis keuangan 2008-2009, terjadi capital outflow Rp69,9 triliun. Semantara, saat taper tantrum pada 2013, terjadi capital outflow Rp36 triliun.

"Itu lebih dari dua kali lipat saat guncangan krisis global [pada 2008]. Magnitude ini yang menjadi perhatian KSSK [Komite Stabilitas Sistem Keuangan] dan menjadi bahan pembahasan kami," katanya dalam konferensi video, Senin (11/5/2020).

Sri Mulyani menjelaskan tekanan terberat terjadi pada Maret, saat mulai ditemukan kasus virus Corona di Indonesia. Pada bulan tersebut, indeks kepercayaan konsumen dan bisnis global juga mengalami penurunan tajam, bahkan melebihi tingkat penurunan saat krisis 2008.

Indeks tersebut menggambarkan adanya kepanikan di pasar keuangan sehingga investor memilih memindahkan asetnya ke negara atau instrumen yang lebih aman. Dalam hal ini, Sri Mulyani menyebut para investor memilih memegang aset berupa uang tunai berdenominasi dolar AS.

Sementara itu, indeks volatilitas di pasar keuangan mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Indeks tersebut menunjukkan adanya kecemasan investor pada pasar saham. Hal ini membuat pasar saham di negara maju maupun berkembang mengalami gejolak.

Sri Mulyani menambahkan kebijakan social distancing untuk menekan penyebaran virus telah berdampak pada kematian beberapa aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, kepanikan investor terutama disebabkan oleh dua sisi sekaligus, yakni penawaran dan permintaan.

Gangguan sisi permintaan ditunjukkan dengan adanya pelemahan kegiatan ekspor dan impor karena disrupsi supply chain. Sementara itu, gangguan sisi penawaran terjadi akibat pelemahan produksi, seperti pada perdagangan dan manufaktur.

"Dengan gangguan di sisi demand dan supply maka ini sebabkan suatu potensi gangguan ke ekonomi dan potensi gangguan sistem keuangan," ujarnya. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.