Ilustrasi. Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (20/5/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menerbitkan beleid baru mengenai penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka.
Beleid yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 30 Tahun 2020. PP yang menjadi salah satu aturan turunan dari Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2020 ini berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu pada 19 Juni 2020.
“Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020,” demikian bunyi penggalan bagian pertimbangan dalam PP tersebut, dikutip pada Kamis (25/6/2020).
Dalam bagian penjelasan PP ini dinyatakan sektor pasar modal memiliki peran penting dalam pertumbuhan investasi, perbaikan struktur permodalan usaha, dan percepatan pertumbuhan ekonomi.
Penguatan pasar modal dapat diwujudkan dengan meningkatkan jumlah perusahaan yang terdaftar sebagai perseroan terbuka dengan saham diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Dengan pertimbangan tersebut, pemerintah menyatakan perlu ada insentif fiskal berupa penurunan PPh badan bagi wajib pajak perseroan terbuka.
Dalam Pasal 2 ditegaskan lagi adanya penyesuaian tarif PPh wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap menjadi 22% yang berlaku pada tahun pajak 2020 dan 2021. Tarif kembali turun menjadi 20% dan mulai berlaku pada tahun pajak 2022.
Kemudian, ada tarif pajak 3% lebih rendah dari tarif PPh badan tersebut bagi wajib pajak dalam negeri berbentuk perseroan terbuka dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor ke perdagangan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40% dan memenuhi persyaratan tertentu.
Jika dilihat, ketentuan ini juga sudah dinyatakan pemerintah dalam PP No. 29 Tahun 2020 saat memberikan fasilitas yang berkaitan dengan buyback saham. Simak artikel ‘Persyaratan Perseroan Terbuka yang Bisa Dapat Tarif Pajak Lebih Rendah’.
Dalam PP No. 30 Tahun 2020 ditegaskan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi mencakup empat aspek. Pertama, saham yang lepas ke bursa efek harus dimiliki oleh paling sedikit 300 pihak. Kedua, masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang ditempatkan atau disetor penuh.
Pihak yang dimaksud tidak termasuk wajib pajak perseroan terbuka yang membeli kembali (buyback) sahamnya dan/atau yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam UU PPh dengan wajib pajak perseroan terbuka.
Ketiga,ketentuan minimal setor saham, jumlah pihak, dan persentase kepemilikan saham tiap pihak harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 hari kalender dalam jangka waktu satu tahun pajak. Keempat, pemenuhan persyaratan dilakukan wajib pajak perseroan terbuka dengan menyampaikan laporan kepada Ditjen Pajak (DJP).
“Dalam hal ketentuan … tidak terpenuhi, pajak penghasilan terutang dihitung dengan menggunakan tarif pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 [badan normal],” demikian bunyi penggalan Pasal 3 ayat (5) PP No. 30 Tahun 2020.
Terkait pembelian kembali saham, Pasal 4 PP No. 30 Tahun 2020 juga mengatur ketentuan ini dapat dikecualikan berdasarkan ketentuan di bidang perpajakan. Jika dilihat, pengecualian ini juga telah dipakai dalam pemberian insentif sesuai PP No. 29 Tahun 2020.
Selain wajib pajak sendiri, Ketua Dewan Komisioner OJK ataupun pejabat yang ditunjuk juga menyampaikan daftar wajib pajak perseroan terbatas yang memenuhi syarat atau yang melakukan buyback saham kepada Menteri Keuangan melalui Dirjen Pajak.
Ke depan, Menteri Keuangan masih perlu mengeluarkan PMK terkait bentuk dan tata cara penyampaian laporan wajib pajak perseroan terbuka kepada DJP serta daftar wajib pajak perseroan terbuka yang memenuhi persyaratan yang disampaikan oleh OJK kepada Kemenkeu melalui DJP. (kaw)