Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (tangkapan layar Youtube IAEI TV)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pandemi virus Corona telah memberi dampak negatif bukan hanya pada industri keuangan konvensional, melainkan juga industri keuangan syariah.
Sri Mulyani mengatakan efek pandemi bahkan langsung terasa pada industri keuangan syariah sejak Maret 2020, saat virus Corona ditetapkan sebagai pandemi dunia dan mulai ditemukan kasus pertama di Indonesia. Pelaku industri keuangan syariah diminta tetap mewaspadai risiko yang ditimbulkan.
"Kita melihat industri keuangan syariah tidak luput dari dampak Covid," katanya dalam sebuah webinar, Kamis (23/7/2020).
Sri Mulyani mengatakan pandemi virus Corona telah menyebabkan kepanikan di pasar keuangan global sehingga berdampak pada Jakarta Islamic Index. Pada Maret 2020, Jakarta Islamic Index tercatat mengalami penurunan 6,44% ke level di bawah 400, sebelum akhirnya naik kembali ke level 500 pada awal April.
Sri Mulyani mengatakan stabilitas pertumbuhan pasar modal syariah sangat dibutuhkan untuk pengembangan dan pemulihan keuangan syariah, khususnya pada industri takaful atau asuransi syariah.
Takaful tersebut, lanjutnya, banyak diinvestasikan pada pasar modal syariah. Kondisi ini membuat koreksi pada pasar keuangan akan langsung memengaruhi pengelolaan dana di takaful. Dia menyebut 83,2% atau Rp39,8 triliun dana dari industri takaful tersebut diinvestasikan ke berbagai instrumen, seperti saham syariah, sukuk, dan reksadana.
Mantan Managing Director World Bank itu menambahkan dampak pandemi juga dirasakan perbankan syariah di Indonesia. Dia memprediksi pertumbuhan perbankan syariah tahun ini tak akan setinggi pada 2019, yang mampu tumbuh double digit dengan market share di atas 5%.
"Saat ini perbankan syariah harus mulai merevisi target pertumbuhannya, sama seperti perbankan lain," ujarnya.
Risiko perbankan syariah tidak hanya disebabkan oleh pandemi, tetapi juga kemerosotan kegiatan ekonomi. Hal tersebut yang pada akhirnya akan memengaruhi kemampuan lembaga syariah memberi pembiayaan dan mendorong pemulihan ekonomi.
Tahun lalu, pembiayaan bank syariah mayoritas disalurkan ke sektor yang bukan lapangan usaha seperti pemilik rumah tinggal senilai Rp83,7 triliun. Namun, banyak pula yang disalurkan untuk sektor lapangan usaha seperti perdagangan besar dan eceran senilai Rp37,3 triliun, usaha konstruksi Rp32,5 triliun, serta industri pengolahan Rp27,8 triliun. (kaw)