Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Rasio utang pemerintah per akhir 2020 tercatat mencapai 38,68% dari produk domestik bruto (PDB) atau setara dengan Rp6.074,56 triliun. Rasio utang ini meningkat bila dibandingkan dengan kinerja per 2019 sebesar 29,8% atau senilai Rp4.779,28 triliun.
Otoritas fiskal mengakui posisi utang pemerintah memang meningk. Peningkatan utang per akhir 2020 tidak terlepas pandemi Covid-19 yang memaksa pemerintah memperlebar defisit hingga melebihi batas 3% terhadap PDB.
“Hal ini [peningkatan utang] disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat Covid-19 serta peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional," tulis Kementerian Keuangan dalam laporan APBN Kita edisi Januari 2021, dikutip pada Senin (18/1/2021).
Secara lebih terperinci, utang pemerintah masih didominasi utang dalam bentuk surat berharga negara (SBN). Kontribusi SBN terhadap stok utang pemerintah mencapai 85,96% dengan nominal Rp5.221,65 triliun. Adapun utang pemerintah dalam bentuk SBN pada 2019 senilai Rp4.014,81 triliun.
Utang pemerintah dalam bentuk pinjaman tercatat berkontribusi sebesar 14,04% terhadap keseluruhan utang atau dengan nominal senilai Rp852,91 triliun. Nilai sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan total pinjaman pada 2019 senilai Rp763,79 triliun.
Kendati meningkat, Kementerian Keuangan menyatakan akan tetap berkomitmen untuk menjaga rasio utang pemerintah tetap di bawah 60% dari PDB. Pemerintah juga akan tetap mengutamakan utang berdenominasi rupiah dan hanya memanfaatkan utang berdenominasi valas sebagai pelengkap guna mengelola risiko ke depan.
"Portofolio utang pemerintah dikelola dengan hati-hati dan terukur. Pemerintah Indonesia melakukan diversifikasi portofolio utang secara optimal untuk meningkatkan efisiensi utang baik dari sisi instrumen, tenor, suku bunga, dan mata uang," tulis Kementerian Keuangan.
Merujuk pada Nota Keuangan APBN 2021, pemerintah berkomitmen untuk menjaga rasio utang pada level 38-43% dari PDB hingga 2024. Utang berdenominasi valas ditargetkan maksimal hanya sebanyak 41% dari total utang guna meminimalisasi exchange rate risk. (kaw)