Ilustrasi. E-Reporting Insentif Covid-19 DJP Online.
JAKARTA, DDTCNews – Otoritas mengimbau wajib pajak tidak lupa menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak, terutama yang ada dalam PMK 9/2021. Imbauan tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (11/2/2021).
Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan otoritas membuka pintu lebar-lebar bagi wajib pajak untuk memanfaatkan insentif yang sudah diberikan tahun lalu dan tahun ini. Namun, pemanfaatan itu harus diikuti dengan kepatuhan pelaporan realisasinya.
Dia mengungkapkan banyak wajib pajak yang tidak melaporkan pemanfaatan insentif pajak pada tahun lalu. Oleh karena itu, Yon mengimbau wajib pajak untuk melaporkan realisasi pemanfaatan insentif pada 2020 terlebih dahulu sebelum kembali mengajukan pada tahun ini.
“Bagi wajib pajak yang eligible silakan manfaatkan dan kami ingatkan pelaporan juga harus disampaikan lewat aplikasi. Ini perlu disampaikan karena sebagian besar yang memanfaatkan lupa untuk melaporkan realisasi,” ujarnya.
Selain mengenai pemanfaatan insentif pajak, ada pula bahasan tentang perlunya kestabilan penerimaan pajak untuk mendukung upaya pengembalian defisit anggaran menjadi di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2023.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pasal 19 PMK 9/2021 memberi penegasan ketentuan bagi pemberi kerja yang telah menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP berdasarkan pada PMK 23/2020, PMK 44/2020, dan PMK 86/2020 s.t.d.d. PMK 110/2020 tapi belum menyampaikan laporan realisasi.
“Dapat menyampaikan laporan realisasi paling lambat tanggal 28 Februari 2021 untuk dapat memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah tahun pajak 2020,” bunyi penggalan Pasal 19 ayat (2) PMK 9/2021. Simak pula ‘Ini Imbauan Resmi DJP Soal Pengajuan Ulang Pemanfaatan Insentif Pajak’. (DDTCNews)
Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pelaporan realisasi pemanfaatan insentif harus dilakukan karena menjadi bagian dari tata kelola pemanfaatan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN). Pelaporan juga menjadi objek pemeriksaan dari berbagai lembaga.
Setidaknya terdapat 3 entitas yang mengawasi pemanfaatan insentif pajak, yakni Inspektorat Jenderal Kemenkeu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Salah satu temuan itu soal pemanfaatan insentif fiskal tapi belum melaporkan realisasi pemanfaatan. Kami dorong dan imbau pada kesempatan ini yang belum lapor untuk segera dilaporkan sehingga tata kelola menjadi baik,” kata Yon. Simak pula ‘Dirjen Pajak Awasi Kepatuhan Pemanfaat Insentif PMK 9/2021’. (DDTCNews)
Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan upaya untuk menciptakan penerimaan pajak yang stabil dan mengembalikan defisit di bawah 3% PDB tidak mudah. Menurutnya, tantangan utama pemerintah adalah memastikan transisi menuju disiplin fiskal tidak memberikan guncangan pada dunia usaha.
Oleh karena itu, pada tahun ini, pemerintah masih memberikan berbagai fasilitas dan insentif perpajakan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan kegiatan usaha. Aktivitas ekonomi yang mulai pulih secara bertahap akan berkorelasi pada peningkatan penerimaan pajak.
"Untuk kembali normal akan menjadi tantangan untuk menciptakan soft landing dari 2022. Kami berharap ini tidak memberikan shock yang besar kepada dunia usaha dengan modal pertumbuhan ekonomi yang pulih," ujarnya. Simak ‘Kembalikan Defisit Fiskal di Bawah 3% PDB, Penerimaan Pajak Jadi Kunci’. (DDTCNews)
Pemerintah memperpanjang bea masuk antidumping (BMAD) atas impor produk biaxially oriented polyethylene terephthalate (Bopet) dari negara India, Republik Rakyat Tiongkok, dan Thailand.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 11/PMK.010/2021, perpanjangan BMAD itu dikarenakan hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia menilai pengenaan BMAD masih diperlukan. Pengenaan BMAD tersebut diperpanjang hingga 5 tahun ke depan. Simak ‘Pengenaan BMAD untuk Impor Bopet dari Tiga Negara Ini Diperpanjang’. (DDTCNews/Kontan)
Pemerintah mengenakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atas impor produk karpet dan tekstil penutup lantai lainnya. Pengenaan BMTP tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 10/PMK.010/2021.
Beleid ini dirilis setelah hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) membuktikan adanya kerugian serius yang dialami industri dalam negeri. BMTP atas impor produk karpet dan tekstil penutup lantai lainnya ini dikenakan selama 3 tahun dengan tarif yang berbeda tiap periodenya. Simak selengkapnya pada artikel ‘PMK Baru, Impor Karpet Kena BMTP’. (DDTCNews)