KEBIJAKAN PEMERINTAH

UU HPP: Bagian dari Reformasi Fiskal untuk Akselerasi Pembangunan

Nora Galuh Candra Asmarani
Rabu, 24 November 2021 | 14.30 WIB
UU HPP: Bagian dari Reformasi Fiskal untuk Akselerasi Pembangunan

Penyuluh Pajak Ahli Pertama Kanwil DJP Jatim II Arif Anwar Yusuf dan Penyuluh Pajak Ahli Muda Kanwil Kanwil DJP Jatim II Chandra Hadi dalam webinar bertajuk UU HPP: Implikasinya bagi Wajib Pajak, Rabu (24/11/2021)              

MADURA, DDTCNews – UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) merupakan bagian dari upaya reformasi fiskal pemerintah dalam mengakselerasi pembangunan infrastruktur, sekaligus sebagai alat untuk memanfaatkan bonus demografi. 

Penyuluh Pajak Ahli Muda Kanwil Ditjen Pajak (DJP) Jawa Timur II Chandra Hadi menyebut UU HPP tak berdiri sendiri, tetapi kelanjutan dari reformasi perpajakan sebelumnya. Reformasi fiskal kembali dilakukan untuk menguatkan fondasi dan daya saing.

“Jadi, reformasi fiskal ini didukung karena bonus demografi dan ditambah dengan akselerasi pembangunan infrastruktur,” katanya dalam webinar bertajuk UU HPP: Implikasinya bagi Wajib Pajak, Rabu (24/11/2021)              

Chandra menambahkan UU HPP diterbitkan untuk mendorong sistem perpajakan adil, sehat, efektif, dan akuntabel. Hal tersebut diwujudkan dengan menciptakan sistem perpajakan netral, efisien, stabil, fleksibel, efektif, pasti, dan adil.

Dia kemudian menguraikan perubahan ketentuan UU KUP dalam UU HPP. Perubahan itu di antaranya penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP), perubahan besaran sanksi saat pemeriksaan, dan kuasa wajib pajak.

Ada pula ketentuan kerja sama penagihan pajak antarnegara, prosedur persetujuan bersama (mutual agreement procedures/MAP), konsensus pajak global, kuasa wajib pajak, serta penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan pemulihan kerugian pendapatan negara.

Sementara itu, Penyuluh Pajak Ahli Pertama Kanwil DJP Jatim II Arif Anwar Yusuf menerangkan sejumlah perubahan ketentuan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan cukai  dalam UU HPP.

Arief menjabarkan tentang ketentuan pajak karbon dan program pengungkapan sukarela (PPS). Dia juga menyebutkan waktu berlaku ketentuan dalam UU HPP. Misal, PPS akan dilaksanakan selama 6 bulan yaitu sejak 1 Januari –30 Juni 2022.

Dalam sesi tanya-jawab, kedua penyuluh menanggapi berbagai pertanyaan salah satunya pajak atas natura. Chandra menjelaskan laptop tidak menjadi objek PPh bagi karyawan dan merupakan biaya bagi perusahaan.

Webinar ini merupakan hasil kerja sama antara Universitas Wiraraja, DDTC, dan Kanwil DJP Jawa Timur II. Hadir pula, Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji. Simak “Ada Tantangan dalam Implementasi UU HPP, Apa Saja?” (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.