KEBIJAKAN PEMERINTAH

Sri Mulyani Pertimbangkan Stop Fasilitas Fiskal Impor Vaksin dan Alkes

Dian Kurniati
Rabu, 08 Juni 2022 | 10.00 WIB
Sri Mulyani Pertimbangkan Stop Fasilitas Fiskal Impor Vaksin dan Alkes

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww.

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tengah mempertimbangkan untuk menghentikan fasilitas fiskal atas impor vaksin dan alat kesehatan (alkes) yang dibutuhkan untuk penanganan pandemi Covid-19.

Sri Mulyani mengatakan kebijakan mengenai pemberian fasilitas fiskal tersebut mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia. Untuk itu, pemberian fasilitas juga dapat dihentikan ketika pandemi makin tertangani.

"Kalau [pandemi] tahun depan sudah baik-baik saja, moga-moga, ya nggak usah [diperpanjang] deh," katanya, dikutip pada Rabu (8/6/2022).

Dalam 2,5 tahun terakhir, lanjut Sri Mulyani, pemerintah telah memberikan berbagai fasilitas fiskal atas impor vaksin dan alat kesehatan yang dibutuhkan selama pandemi. Kebijakan mengenai fasilitas fiskal tersebut tertuang dalam berbagai peraturan.

Misal, untuk impor vaksin Covid-19, pemerintah memberikan fasilitas fiskal berdasarkan PMK 188/2020. Beleid itu membuat pemberian insentif perpajakan atas impor vaksin Covid-19 untuk mendukung program vaksinasi dan mencapai kekebalan komunal.

Fasilitas yang diberikan meliputi pembebasan bea masuk dan/atau cukai, tidak dipungutnya PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), serta dibebaskan dari PPh Pasal 22 atas impor vaksin. Fasilitas ini berlaku sampai dengan batas waktu yang belum ditentukan.

Ada pula PMK 226/2021 yang mengatur pemberian insentif pajak atas barang yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19 dan akan berakhir pada 30 Juni 2022. Insentif yang diberikan itu berupa PPN ditanggung pemerintah (DTP) dan PPh Pasal 22 impor tidak dipungut.

Insentif PPN juga diberikan kepada pihak tertentu atas impor atau perolehan barang kena pajak, yang terdiri atas badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan/atau pihak lain; industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat atas perolehan bahan baku vaksin dan/atau obat untuk penanganan Covid-19; serta wajib pajak yang memperoleh vaksin dan/atau obat untuk penanganan Covid-19 dari industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat yang diperlukan untuk penanganan pandemi Covid-19.

Sementara itu, insentif PPh berlaku pada instansi pemerintah berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang; badan usaha tertentu berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan untuk keperluan kegiatan usahanya; atau badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri farmasi atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Selain itu, terdapat fasilitas kepabeanan dan cukai untuk mendukung penanganan pandemi Covid-19 yang diatur dalam PMK 92/2021. Beleid tersebut mengatur pemberian insentif perpajakan pada lima kelompok barang yang diperlukan untuk penanganan pandemi.

Kelompok barang tersebut meliputi test kit dan reagen laboratorium, virus transfer, obat, peralatan medis dan kemasan oksigen, serta alat pelindung diri (APD).

Terdapat 3 jenis fasilitas perpajakan yang diberikan atas impor barang tersebut, meliputi pembebasan bea masuk dan/atau cukai, PPN dan PPnBM tidak dipungut, serta pembebasan PPh Pasal 22 impor.

Pembebasan bea masuk juga berlaku atas bea masuk tambahan seperti bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan dan/atau bea masuk pembalasan.

Selain ketiga peraturan tersebut, masih ada sejumlah fasilitas fiskal atas impor barang yang diberikan bahkan sebelum pandemi Covid-19.

Misal, PMK 171/2019 yang membebaskan impor barang untuk kepentingan umum, termasuk kesehatan, dari bea masuk. Fasilitas itu digunakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan layanan umum. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.