Menaker Ida Fauziyah. (foto: Kemenaker)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengeklaim terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) 2/2022 tentang Cipta Kerja memberikan perlindungan bagi pekerja dan buruh. Di sisi lain, beleid yang memantik pro dan kontra ini juga bertujuan memberikan kepastian kepada pelaku usaha.
Ida menyampaikan substansi ketenegakerjaan yang diatur dalam Perpu 2/2022 pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari regulasi pendahulunya, yakni UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.
"Penyempurnaan substansi ketenagakerjaan yang terkandung dalam Perpu 2/2022 sejatinya merupakan ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja/buruh dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang semakin dinamis," kata Menaker, dikutip pada Kamis (5/1/2022).
Adapun substansi ketenagakerjaan yang disempurnakan dalam Perpu ini antara lain, pertama, ketentuan alih daya (outsourcing). Dalam UU Cipta Kerja tidak diatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, sedangkan dalam Perpu ini, jenis pekerjaan alih daya dibatasi.
"Dengan adanya pengaturan ini maka tidak semua jenis pekerjaan dapat diserahkan kepada perusahaan outsourcing. Nantinya, jenis atau bentuk pekerjaan yang dapat dialihdayakan akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP)," kata Menaker.
Kedua, penyempurnaan dan penyesuaian penghitungan upah minimum. Upah minimum dihitung dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Formula penghitungan upah minimum termasuk indeks tertentu tersebut akan diatur dalam PP.
Perpu memerintahkan gubernur untuk menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP). Gubernur juga dapat menetapkan UMK apabila hasil penghitungan UMK lebih tinggi daripada UMP.
"Kata 'dapat' yang dimaksud dalam Perpu harus dimaknai bahwa gubernur memiliki kewenangan menetapkan UMK apabila nilai hasil penghitungannya lebih tinggi dari UMP," kata Menaker.
Ketiga, Perpu ini mewajibkan pengusaha untuk menerapkan struktur dan skala upah bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 1 tahun atau lebih. Keempat, beleid ini mengatur terkait dengan penggunaan terminologi disabilitas yang disesuaikan dengan UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Kelima, perbaikan rujukan dalam pasal yang mengatur penggunaan hak waktu istirahat yang upahnya tetap dibayar penuh, serta terkait manfaat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Menaker menjelaskan, perubahan terkait substansi ketenagakerjaan tersebut mengacu pada hasil serap aspirasi UU Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah di beberapa daerah antara lain Manado, Medan, Batam, Makassar, Yogyakarta, Semarang, Balikpapan dan Jakarta. Bersamaan dengan itu telah dilakukan kajian oleh berbagai lembaga independen.
"Berdasarkan hal-hal tersebut pemerintah kemudian melakukan pembahasan mengenai substansi yang perlu diubah. Pertimbangan utamanya adalah penciptaan dan peningkatan lapangan kerja, pelindungan pekerja/buruh dan juga keberlangsungan usaha," kata menaker.
Aspek Pajak dalam Perpu 2/2022
Penetapan (Perpu) 2/2022 tentang Cipta Kerja turut berdampak terhadap ketentuan perpajakan.
Merujuk pada Pasal 111, Pasal 112, dan Pasal 113 Perpu Cipta Kerja yang masing-masing merevisi UU PPh, UU PPN, dan UU KUP, tampak bahwa pasal-pasal yang sudah direvisi melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tidak direvisi lagi melalui Perpu Cipta Kerja.
"[Perppu 2/2022 sudah] sinkronisasi dan harmonisasi dengan UU 7/2021 tentang HPP dan UU 1/2022 tentang HKPD," ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Sebagai contoh, Perpu Cipta Kerja tidak merevisi Pasal 4 UU PPh seperti UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Kala itu, Pasal 4 UU PPh direvisi melalui UU Cipta Kerja guna mengatur tentang penghasilan berupa dividen yang dikecualikan dari objek PPh.
Mengingat Pasal 4 UU PPh juga tercantum dalam UU HPP dan di dalamnya sudah termuat ketentuan pengecualian dividen dari objek pajak, revisi atas Pasal 4 UU PPh menjadi tidak perlu lagi dicantumkan dalam Perpu Cipta Kerja. (sap)