KEBIJAKAN MONETER

BI Putuskan Naikkan Lagi Suku Bunga Acuan Jadi 5,75%

Dian Kurniati
Kamis, 19 Januari 2023 | 14.49 WIB
BI Putuskan Naikkan Lagi Suku Bunga Acuan Jadi 5,75%

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 18-19 Januari 2023 memutuskan untuk kembali menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis points dari 5,5% menjadi 5,75%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan suku bunga Deposit Facility kini sebesar 5% dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,5%. Keputusan ini diambil setelah BI pada bulan lalu juga menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points.

"Keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur ini merupakan langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking dalam memastikan terus berlanjutnya menurunkan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan," katanya, Kamis (19/1/2023).

Perry mengatakan BI meyakini kenaikan BI7DRR secara kumulatif sejak Agustus 2022 hingga menjadi 5,75% ini memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada pada kisaran 2%-4% pada semester I/2023, serta inflasi indeks harga konsumen (IKH) kembali pada sasaran 2%-4% pada semester II/2023.

Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor terus diperkuat dengan operasi moneter valas, termasuk implementasi instrumen term deposit valas dari devisa hasil ekspor (DHE) sesuai dengan mekanisme pasar.

Dia menjelaskan BI akan terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi. Misalnya, memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga secara terukur di pasar uang sesuai dengan kenaikan suku bunga BI7DRR.

Kemudian, Perry melanjutkan, BI akan memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dengan tetap berada di pasar sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi melalui stabilisasi di pasar valas baik melalui transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Selain itu, BI akan melanjutkan penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder (operation twist) untuk memperkuat transmisi kenaikan BI7DRR dalam meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investasi portofolio asing.

Perry menyebut koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan mitra strategis dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) terus diperkuat melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.

Tak cuma itu, dia menegaskan sinergi kebijakan antara BI dengan kebijakan fiskal pemerintah, serta dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Dalam catatan BI, pertumbuhan ekonomi global makin melambat dari prakiraan sebelumnya. Hal ini disebabkan fragmentasi politik dan ekonomi yang belum usai serta pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara maju.

Koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi yang cukup besar dan disertai dengan meningkatnya risiko potensi resesi terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Penghapusan Kebijakan Nol-Covid (Zero Covid Policy) di China juga diprakirakan akan menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Secara keseluruhan, BI pun menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2023 menjadi 2,3% dari prakiraan sebelumnya sebesar 2,6%.

"Tekanan inflasi global terindikasi mulai berkurang sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global, meskipun tetap di level tinggi seiring dengan masih tingginya harga energi dan pangan, berlanjutnya gangguan rantai pasokan, dan masih ketatnya pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa," ujar Perry.

Dari sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia berlanjut didorong oleh permintaan domestik yang semakin kuat. Pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan dapat mencapai kisaran 4,5%-5,3%, didorong kuatnya kinerja ekspor serta membaiknya konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan.

Pada 2023, pertumbuhan ekonomi diprakirakan berlanjut meski melambat ke titik tengah kisaran 4,5%-5,3%, sejalan dengan menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi global. Konsumsi rumah tangga diproyeksi akan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat pascapenghapusan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kebijakan Masyarakat (PPKM).

Sementara itu, investasi diperkirakan bakal membaik didorong oleh membaiknya prospek bisnis, meningkatnya aliran masuk penanaman modal asing, serta berlanjutnya penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN). (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.