KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

KIHT Berubah Nama Jadi Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau, Ini Alasannya

Dian Kurniati
Selasa, 21 Maret 2023 | 10.35 WIB
KIHT Berubah Nama Jadi Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau, Ini Alasannya

Pekerja mengemas tembakau dari talas beneng di Desa Wantisari, Lebak, Banten, Minggu (12/3/2023). Produksi tembakau tanpa nikotin dari daun talas beneng tersebut dalam sebulan dapat menghasilkan hingga 1 ton tembakau talas beneng dan dijual dengan harga mencapai Rp25 ribu per kilogram tembakau atau Rp6 ribu per bungkus rokok. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/nz

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah menerbitkan PMK 22/2023 yang mengubah penamaan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) menjadi Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan PMK 22/2023 diterbitkan untuk mencabut PMK 21/2020 yang selama ini mengatur soal KIHT. Salah satu pertimbangannya, mengenai syarat luas area KIHT yang sulit dipenuhi pengusaha.

"Terdapat beberapa daerah yang tertarik untuk mendirikan KIHT, tetapi mengharapkan ketentuan dan persyaratan yang lebih mudah, terutama terkait luas lahan di bawah 5 hektare," katanya, Selasa (21/3/2023).

Nirwala mengatakan aglomerasi pabrik merupakan pengumpulan atau pemusatan pabrik dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu. Aglomerasi pabrik dilakukan untuk meningkatkan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pengusaha pabrik.

Dia menjelaskan aglomerasi pabrik dibentuk agar produksi hasil tembakau pada skala industri kecil dan menengah (IKM) serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lebih berdaya saing. Oleh karena itu, aglomerasi pabrik diperuntukkan bagi pengusaha pabrik dengan skala IKM atau UMKM.

Tempat diselenggarakannya aglomerasi pabrik merupakan tempat yang peruntukan utamanya bagi industri hasil tembakau. Pengusaha yang menjalankan kegiatan di tempat diselenggarakannya aglomerasi pabrik juga bakal diberikan berbagai kemudahan mencakup perizinan di bidang cukai, produksi barang kena cukai (BKC), serta pembayaran cukai.

Soal perizinan di bidang cukai, kemudahan yang diberikan berupa pengecualian dari ketentuan memiliki luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha, yang akan digunakan sebagai pabrik hasil tembakau, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).

"Beberapa KIHT yang sudah terbentuk juga belum memenuhi persyaratan fisik dan administrasi sebagai kawasan industri," ujar Nirwala.

Selain soal luas area yang direlaksasi, dia menambahkan pembentukan aglomerasi pabrik juga mempertimbangkan munculnya nomenklatur baru, yakni sentra industri hasil tembakau (SIHT) dalam alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT) yang belum diatur dalam ketentuan di bidang cukai. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.