JAKARTA, DDTCNews – Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menyebutkan pelaksanaan retribusi izin gangguan (HO) di Kota Bogor terganjal sejumlah persoalan yang dinilai tidak sejalan dengan paket kebijakan ekonomi XII tentang kemudahan perizinan.
Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng mengatakan biaya retribusi izin gangguan di Kota Bogor terlalu tinggi jika dibandingkan dengan daerah sekitarnya seperti Kabupaten Bogor dan Kota Depok.
"Dari hasil kajian KPPOD, nominal biaya retribusi izin gangguan di Kota Bogor masih memberatkan pelaku usaha, bahkan nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kota/kabupaten sekitarnya," ujarnya di Jakarta, Rabu (19/10).
Selain itu, kata Robert, ada konflik regulasi. Ketentuan masa berlaku izin gangguan yang berbeda antara saat mengajukan perizinan dan saat menyetorkan retribusi telah membuat para pelaku usaha menjadi bingung.
"Ketika pengusaha mengajukan izin gangguan, surat izin yang diterbitkan pemerintah berlaku selama perusahaan tersebut beroperasi. Namun dalam hal kewajiban membayar retribusi izin gangguan, pengusaha diharuskan menyetorkan retribusi setiap lima tahun sekali," jelasnya.
Berdasarkan formulasi dan perhitungan yang dilakukan KPPOD, biaya retribusi izin gangguan berdasarkan masa retribusi Perda di Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kota Depok masing-masing adalah Rp539,16 juta/5 tahun, Rp240,75 juta/3 tahun, dan Rp75 juta/3 tahun.
Jika dikalkulasi untuk masa waktu 15 tahun, retribusi izin gangguan di Kota Bogor bisa mencapai Rp1,6 miliar, sedangan Kab. Bogor dan Depok masing-masing senilai Rp1,2 triliun dan Rp375 juta.
Menurut hasil kajian KPPOD, masalah tersebut terjadi lantaran Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor belum memahami sepenuhnya konsep dan formulasi retribusi gangguan, serta filosofi dari penetapan struktur tarif retribusi izin gangguan.
KPPODÂ juga menilai kalangan publik terutama pengusaha masih belum dilibatkan secara optimal dalam penyusunan peraturan daerah yang mengatur izin gangguan. Bahkan, banyak di antara pengusaha yang tidak mengetahui fasilitas keringanan dan pembebasan retribusi yang diberikan Pemkot Bogor.
Atas berbagai persoalan itu KPPOD menyarankan beberapa alternatif solusi. Pertama, Pemkot Bogor perlu merevisi ketentuan masa berlaku izin gangguan yang seharusnya berlaku selama perusahaan beroperasi.
Kedua, melibatkan pelaku usaha untuk menentukan formulasi struktur tarif retribusi izin gangguan. Ketiga, menggencarkan sosialisasi mengenai pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi izin gangguan bagi pengusaha. (Amu)