KETERBUKAAN DATA PAJAK

Tidak Transparan, RI Bisa Jadi Surga Pengemplang Pajak

Redaksi DDTCNews
Rabu, 12 April 2017 | 17.32 WIB
Tidak Transparan, RI Bisa Jadi Surga Pengemplang Pajak

JAKARTA, DDTCNews – Transparansi data masih menjadi kendala Ditjen Pajak dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Hal ini terbukti pada rencana keterbukaan data kartu kredit nasabah perbankan yang sempat berujung kehebohan dan penolakan dari pemilik kartu kredit.

Kepala Sub Direktorat Perencanaan Pemeriksaan Ditjen Pajak M. Tunjung Nugroho mengatakan hingga kini otoritas pajak sulit mengakses informasi setiap wajib pajak untuk urusan perpajakan. Ia pun menyebut Indonesia merupakan negara surga pajak, dalam konteks transparansi.

"Beberapa waktu lalu direncanakan otoritas pajak bisa membuka data kartu kredit, itu sudah ribut bukan main, untuk kepentingan pajak saja sulit sekali. Karena minimnya transparansi itulah tingkat kepatuhan pajak sangatlah minim," ujarnya dalam diskusi pajak di Hotel Akmani Jakarta, Selasa (11/4).

Tunjung menjelaskan rencana Ditjen Pajak untuk membuka akses data kartu kredit sejatinya hanya untuk mencocokkan antara harta yang dimiliki wajib pajak dengan nilai sebenarnya, lalu akan dibandingkan dengan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) wajib pajak terkait.

Upaya Ditjen Pajak dalam membandingkan data tersebut guna melakukan pemeriksaan kepada wajib pajak jika ada suatu hal yang diragukan. Mengingat, skema pelaporan pajak yang berlaku di Indonesia secara self assessment atau pelaporan, pengungkapan, dan pembayaran dilakukan sendiri oleh wajib pajak.

Awalnya, rencana tersebut dicetuskan pada tahun 2016, namun hingga saat ini Ditjen Pajak masih belum bisa menerapkan keterbukaan akses data kartu kredit. Karena, membuka akses data kartu kredit memerlukan perizinan dalam undang-undang perpajakan yang saat ini masih dibahas di DPR RI.

Menurutnya sulitnya transparasi tersebut pun tercermin pada perolehan dana deklarasi wajib pajak dalam program pengampunan pajak yang senilai Rp4.880 triliun. Perolehan itu membuktikan besarnya harta maupun aset wajib pajak yang tidak pernah terdeteksi sebelumnya oleh otoritas pajak dan tidak diungkapkan oleh wajib pajak.

Perolehan dana deklarasi program pengampunan pajak mencapai 40% jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang berkisar Rp13.717 triliun. “Seharusnya, harta tersebut bisa menjadi objek pajak yang bisa meningkatkan penerimaan pajak,” katanya. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.