LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Lapangan Kerja Jadi Kunci Bonus Demografi Bisa Tingkatkan Pajak

Redaksi DDTCNews
Senin, 16 Oktober 2023 | 10.00 WIB
ddtc-loaderLapangan Kerja Jadi Kunci Bonus Demografi Bisa Tingkatkan Pajak

Najwa Mutiara Aila,

Kota Semarang, Jawa Tengah

PEMILU akan digelar 14 Februari 2024. Pemilu menjadi momentum untuk memilih pemimpin negara. Pimpinan tentu harus memahami kondisi dan peluang untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, yakni mewujudkan masyarakat yang adil makmur dan sejahtera.

Adapun salah satu instrumen pembangunan nasional yang penting adalah pajak karena menjadi penopang pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan selama 3 tahun terakhir, pajak menjadi sumber terbesar pendapatan negara dalam APBN dengan porsi lebih dari 70%.

Perkembangan penerimaan pajak itu tidak dapat dilepaskan dari kondisi masyarakat. Terlebih, Indonesia sedang memasuki periode puncak era bonus demografi yang diproyeksi berlangsung pada 2020 hingga 2030.

Bonus demografi ditunjukkan dengan jumlah penduduk usia produktif sebanyak dua kali lipat dibandingkan jumlah penduduk anak-anak dan usia lanjut. Dari 270,2 juta populasi penduduk Indonesia pada Sensus 2020, usia produktif yang berada pada  rentang usia 15—64 tahun adalah 69,28 % atau sekitar 187,19 juta jiwa (BPS, 2022). 

Bonus demografi membuat suplai tenaga kerja melimpah sehingga berpeluang besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional (Bloom & Sevilla, 2003). Situasi tersebut juga memberi peluang untuk mengoptimalkan penerimaan pajak yang menjadi sumber pendanaan pembangunan nasional.

Sumber daya manusia yang melimpah tersebut tidak hanya menjadi sumber tenaga kerja, tetapi juga pelaku usaha sekaligus konsumen potensial. Banyaknya jumlah penduduk produktif secara linier akan meningkatkan jumlah subjek pajak dan wajib pajak.

Mereka dapat menjadi kontributor dalam mengakselerasi pembangunan nasional, khususnya melalui optimalisasi penerimaan pajak negara. Setidaknya ada 2 jenis pajak yang dapat terdongkrak dengan produktifnya generasi era bonus  demografi.

Pertama, pajak penghasilan (PPh). Makin banyak jumlah penduduk bekerja, makin bertambah pula jumlah wajib pajak sehingga ada potensi PPh. Kedua, pajak yang berkaitan dengan peningkatan konsumsi masyarakat sebagai dampak dari adanya tambahan penghasilan. Pajak itu antara lain pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan pajak daerah seperti pajak kendaraan bermotor (PKB).

Membaiknya tingkat ekonomi kelompok usia produktif akan berdampak besar terhadap pertumbuhan konsumsi yang mereka lakukan. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pula terhadap peningkatan pendapatan pajak negara dari aktivitas konsumsi tersebut. 

Jaminan Ketersediaan Lapangan Kerja

UNTUK dapat merealisasikan dan mengoptimalkan berkah bonus demografi terhadap peningkatan  penerimaan pajak, pemerintahan baru perlu memprioritaskan agenda perluasan lapangan kerja bagi angkatan kerja produktif tersebut.

Jaminan ketersediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha menjadi kunci suksesnya pertumbuhan pendapatan pajak. Sebaliknya, jika pemerintah sebagai policy maker gagal memastikan ketersediaan lapangan kerja, problem pengangguran muncul.

Dampaknya tidak hanya pada penerimaan pajak, tetapi hambatan pembangunan nasional menuju Indonesia Emas di tahun 2045. Data BPS menyebutkan pada Februari 2023, terdapat 7,99 juta jiwa usia produktif yang menganggur. Jumlah tersebut setara dengan 5,45% dari total populasi usia produktif.

Penyediaan lapangan kerja, baik formal maupun informal, harus terus ditingkatkan sehingga angka  pengangguran usia produktif dapat ditekan. Dengan berkurangnya pengangguran, generasi produktif akan dapat berkontribusi lebih optimal dalam mendukung peningkatan penerimaan pajak negara.

Beberapa langkah strategis perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin ketersediaan lapangan  kerja. Pertama, mendorong pertumbuhan investasi di Indonesia baik penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN). Iklim investasi yang baik akan menciptakan efek ikutan dari sisi kesempatan kerja. Regulasi yang ada harus mendukung pertumbuhan investasi.

Kedua, memperkuat pendidikan vokasi sehingga tercipta tenaga kerja dengan kecakapan yang dibutuhkan dunia industri. Ketiga, mendorong kewirausahaan pada kalangan generasi muda, khususnya kewirausahaan digital. 

Potensi aktivitas ekonomi digital saat ini harus digarap serius oleh pemerintah. Terlebih, rata-rata para pelaku ekonomi digital adalah generasi muda. Dorongan untuk menciptakan digital enterpreneurship sangat penting dilakukan.

Pemerintah perlu menciptakan badan yang memiliki otoritas menata ekosistem ekonomi digital. Artinya, tidak seperti saat ini yang masih digabungkan dalam kewenangan Kemenparekraf sehingga harus berbagi fokus dengan sektor pariwisata.

Pemerintah bersama DPR perlu membuat undang-undang yang mengatur ekonomi digital. Adanya payung hukum akan memberi kepastian sehingga dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi digital dan menarik minat angkatan kerja muda untuk terjun pada industri digital.

Terjaminnya angkatan kerja dengan pilihan pekerjaan yang layak pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Oleh sebab itu, presiden dan wakil presiden terpilih harus meneguhkan komitmen dan kesadaran terhadap potensi bonus demografi. Untuk penerimaan pajak yang pada gilirannya menopang pembangunan nasional.  

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.