NOMOR objek pajak (NOP) pajak bumi dan bangunan (PBB) menjadi nomor yang kerap dibutuhkan wajib pajak PBB. Wajib pajak PBB sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya (PBB-P3L) maupun PBB sektor perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) kerap diminta mengisikan NOP PBB-nya.
Misalnya, wajib pajak PBB-P2 di wilayah Jakarta yang ingin mendapatkan e-SPPT harus mendaftarkan diri dengan mengisikan NOP PBB-P2. Selain itu, wajib pajak yang ingin mengetahui nilai tagihannya juga harus login pada laman Bapenda Jakarta menggunakan NOP PBB-P2. Lantas, apa itu NOP PBB?
NOP PBB adalah nomor identitas objek pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan (Pasal 1 angka 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.PER-08/PJ/2019). NOP diberikan oleh Kepala KPP untuk setiap objek pajak (Angka 1 huruf a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-33/PJ/2019).
Secara lebih terperinci, untuk objek yang hanya terdiri atas permukaan bumi dan/atau bangunan akan diberikan 1 NOP. Sementara itu, untuk objek yang terdiri atas permukaan bumi dan tubuh bumi maka NOP diberikan atas setiap jenis bumi dan tubuh bumi.
Misalnya, untuk objek pajak PBB sektor pertambangan minyak dan gas bumi (Migas) maka NOP diberikan atas permukaan bumi onshore dan/atau bangunan, permukaan bumi offshore dan/atau bangunan, serta tubuh bumi.
Biasanya NOP diperoleh saat wajib pajak melakukan registrasi atas objek pajak. NOP tersebut tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKT) PBB. Pada saat ini, NOP juga tertera pada surat keterangan terdaftar PBB.
Adapun NOP terdiri atas 18 digit yang disusun sedemikian rupa dalam suatu struktur sehingga dapat diidentifikasi. Secara lebih terperinci, digit ke-1 dan ke-2 dari NOP merupakan kode wilayah provinsi. Lalu, digit ke-3 dan ke-4 merupakan kode wilayah kabupaten/kota.
Selanjutnya, digit ke-5 sampai dengan digit ke-7 merupakan kode wilayah kecamatan. Kemudian, digit ke-8 sampai dengan digit ke-10 merupakan kode KPP. Terakhir, digit ke-11 sampai dengan digit ke-18 merupakan kode objek pajak (kode subsector, jenis bumi, rincian, nomor urut, dan kode sektor objek).
Hal ini berarti NOP telah didesain secara unik dan setiap objek pajak akan memiliki NOP yang berbeda. Dengan demikian, pemberian NOP ini salah satunya dapat menghindari objek pajak ganda serta mempermudah mengetahui lokasi objek pajak.
Informasi lebih lanjut mengenai NOP bisa disimak dalam UU PBB, UU PDRD, Peraturan Menteri Keuangan No.48/PMK.03/2021, Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-08/PJ/2019, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.SE-33/PJ/2019. (kaw)