PENGADILAN PAJAK (10)

Ketentuan Pembuktian di Pengadilan Pajak

Hamida Amri Safarina
Senin, 11 Mei 2020 | 13.57 WIB
Ketentuan Pembuktian di Pengadilan Pajak

PEMBUKTIAN merupakan salah satu hal krusial yang harus dipersiapkan dengan baik dalam proses penyelesaian sengketa di Pengadilan Pajak. Para pihak yang bersengketa di Pengadilan Pajak harus melalui serangkaian proses pembuktian untuk meyakinkan hakim atas dalil-dalil yang disampaikannya dalam persidangan.

Pada dasarnya, pembuktian adalah penentuan eksistensi fakta-fakta yang relevan untuk digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam putusan akhir nanti (Pudyatmoko, 2009). Adapun ketentuan pembuktian di Pengadilan Pajak telah diatur dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 76 Undang-Undang No.14/2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak).

Dalam hal ini, Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Pembuktian bebas sendiri artinya hakim bebas melakukan penilaian sesuai kesadaran hukum yang dimilikinya untuk mencari kebenaran (Panggabean, 2014).

Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan lagi. Adapun keadaan yang diketahui oleh umum misalnya derajat akta autentik yang lebih tinggi tingkatnya dari pada akta di bawah tangan. Selain itu, informasi umum lainnya ialah kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, atau paspor yang merupakan jenis identitas diri.

Terdapat lima jenis alat bukti dalam sengketa pajak. Pertama, surat atau tulisan. Surat atau tulisan tersebut sebagai alat bukti terdiri dari akta autentik, akta di bawah tangan, surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan pejabat yang berwenang, dan surat lain yang ada kaitannya dengan banding dan gugatan.

Perlu dipahami bahwa akta autentik dan akta di bawah tangan memiliki definisi yang berbeda. Akta autentik adalah surat yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum. Pejabat umum ini menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.

Sementara itu, akta di bawah tangan adalah surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.

Kedua, keterangan ahli. Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang diketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya. Seorang yang tidak boleh didengar sebagai saksi tidak boleh memberikan keterangan ahli.

Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya, Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dapat menunjuk seorang atau beberapa orang ahli. Seorang ahli dalam persidangan harus memberi keterangan baik tertulis maupun lisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji mengenai hal sebenarnya menurut pengalaman dan pengetahuannya.

Ketiga, keterangan para saksi. Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi.  Keempat, pengakuan para pihak. Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Hakim Majelis atau Hakim Tunggal.

Kelima, pengetahuan hakim. Pengetahuan hakim adalah hal-hal yang oleh hakim diketahui dan diyakini kebenarannya. Pengetahuan hakim tentunya akan memengaruhi penilaian hakim terhadap fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap di persidangan.

Pada proses pembuktian, hakim mempunyai kebebasan untuk menentukan apa yang harus dibuktikan. Hakim juga berhak untuk menentukan beban pembuktian beserta penilaian pembuktian yang adil bagi para pihak.

Dalam persidangan, hakim harus mempertimbangkan sah atau tidaknya bukti yang terungkap dalam persidangan. Bukti dan fakta tersebut tidak terbatas pada hal-hal yang diajukan oleh para pihak. Untuk menentukan pembuktian itu sah, dibutuhkan paling sedikit dua alat bukti. Hal ini sejalan dengan adagium unus tetis nullus tetis, yang artinya satu alat bukti bukan bukti.

Demikianlah ketentuan pembuktian di Pengadilan Pajak. Apabila proses pembuktian di persidangan sudah dilakukan, selanjutnya hakim akan memutus sengketa pajak yang terjadi.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.