PENGALIHAN hak atas tanah dan/atau bangunan (PHTB) merupakan salah satu objek yang dikenakan pajak penghasilan (PPh) secara final. Secara umum, PPh atas PHTB itu dikenakan atas jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan (penjual) hak atas tanah dan/atau bangunan.
Ketentuan PPh final atas PHTB ini diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh s.t.d.t.d UU HPP). Namun, aturan mengenai tarif, dasar pengenaan pajak (DPP), dan pihak yang melakukan pemotongan PPh final tercantum dalam aturan pelaksana, yaitu PP 34/2016 dan PMK 261/2016.
Mengacu pada Pasal 1 ayat (2) PP 34/2016 jo Pasal 1 ayat (4) PMK 261/2016, penghasilan dari PHTB dapat didefinisikan sebagai penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan melalui penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak.
Dalam menghitung PPh terutang, wajib pajak dapat mengalikan besaran tarif dengan DPP-nya. Adapun besaran tarif PPh final PHTB berbeda-beda berdasarkan jenis kegiatan PHTB. Uraian besaran tarifnya ialah sebagai berikut.
Selain besaran tarif, nilai yang menjadi dasar perhitungan PHTB juga berbeda-beda, tergantung jenis transaksi yang mendasari PHTB. Nilai PHTB yang dimaksud dapat terbagi menjadi 5 sebagai berikut.
Lebih lanjut, sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) PP 34/2016, orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari PHTB wajib menyetorkan sendiri PPh yang terutang. Penyetoran PPh final yang terutang dilakukan ke bank/pos persepsi sebelum akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas PHTB ditandatangani oleh pejabat berwenang.
Namun, apabila penerima penghasilan melakukan pengalihan kepada pemerintah, atas penghasilan tersebut akan dipotong PPh final oleh bendahara pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar.
Perlu diketahui juga, berdasarkan pada Pasal 3 ayat (2) PP 34/2016, bagi orang pribadi atau badan yang usaha pokoknya melakukan PHTB serta menerima atau memperoleh penghasilan dari PHTB, waktu terutangnya PPh final yaitu pada saat diterimanya sebagian atau seluruh pembayaran atas pengalihan tersebut.
PPh final dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran termasuk uang muka, bunga, pungutan, dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli, sehubungan dengan pengalihan tersebut. PPh final yang terutang wajib disetorkan oleh orang pribadi atau badan bersangkutan ke kas negara paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran.
Namun, tidak semua wajib pajak yang mengalihkan hak atas tanah/bangunan dikenakan PPh final PHTB. Terdapat 7 pihak yang dikecualikan dari pengenaan PPh final atas PHTB. Pertama, orang pribadi yang berpenghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan melakukan pengalihan dengan jumlah bruto kurang dari Rp60 juta. Adapun jumlah bruto tersebut bukanlah jumlah yang dipecah-pecah.
Kedua, orang pribadi yang melakukan pengalihan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil. Hibah dapat dilakukan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, kepemilikan, atau pengusahaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Ketiga, badan yang melakukan pengalihan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil. Hibah hanya dapat dilakukan apabila tidak ada hubungan dengan usaha, kepemilikan, atau pengusahaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Keempat, pengalihan karena waris. Kelima, badan yang melakukan pengalihan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku. Keenam, orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau permanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan. Ketujuh, orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak. (kaw)