RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai pengkreditan pajak masukan atas transaksi penyerahan jasa perhotelan.
Dalam perkara ini, otoritas pajak menyatakan pengkreditan pajak masukan atas penyerahan jasa perhotelan – bidang usaha wajib pajak – tidak dapat dilakukan karena mendapat pengecualian atas pengenaan PPN. Otoritas pajak melakukan koreksi atas pengkreditan pajak masukan tersebut.
Dari sisi wajib pajak, pada awal mula, pihaknya memang melakukan pengkreditan pajak masukan atas penyerahan jasa perhotelan. Sebab, pada saat itu, wajib pajak tidak mengetahui jenis pajak masukan yang dapat dikreditkan dan tidak dapat dikreditkan.
Pada saat pembuatan dan pelaporan SPT PPN Masa Juli 2009, wajib pajak baru memahami pajak masukan atas penyerahan jasa perhotelan tidak dapat dikreditkan. Wajib pajak segera melakukan pembetulan atas pajak masukan yang semula dikreditkan menjadi nihil pada SPT PPN Juli 2009.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK yang diajukan wajib pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan.id.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi yang dilakukan otoritas pajak sudah tepat.
Sebagaimana tertuang dalam surat banding, wajib pajak secara implisit telah mengakui koreksi yang dilakukan otoritas pajak. Wajib pajak telah memahami dan mengakui pajak masukan atas transaksi penyerahan pada bidang jasa perhotelan seharusnya memang tidak dapat dikreditkan.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.71263/PP/M.IIIA/16/2016 tertanggal 1 Juni 2016, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 28 September 2016.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi atas pajak masukan senilai Rp770.261.993 yang dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Adapun yang menjadi pokok sengketa dalam kasus ini ialah terkait pengkreditan pajak masukan atas suatu transaksi yang dilakukan Pemohon PK.
Dalam hal ini, Pemohon PK memiliki usaha pada bidang jasa perhotelan. Dalam menjalankan usaha, Pemohon PK melakukan penyerahan jasa perhotelan kepada para konsumennya. Pemohon PK menyatakan atas penyerahan jasa perhotelan tersebut dikecualikan dari pengenaan PPN.
Namun, Pemohon PK melakukan pengkreditan pajak masukan atas penyerahan jasa perhotelan yang dikecualikan PPN tersebut. Hal ini dikarenakan pada saat itu, Pemohon PK masih belum mengetahui jenis pajak masukan yang dapat dikreditkan dan tidak dapat dikreditkan.
Pemohon PK baru menyadari pajak masukan atas penyerahan jasa perhotelan seharusnya tidak dapat dikreditkan pada saat melakukan pembuatan dan pelaporan SPT Masa PPN Juli 2009.
Setelah menyadari hal tersebut, Pemohon PK melakukan pembetulan atas pajak masukan yang semula dikreditkan menjadi nihil. Dalam hal ini, Pemohon PK menihilkan jumlah kompensasi PPN dari masa Mei 2008 sampai dengan Juni 2009 pada SPT PPN Masa Juli 2009.
Berdasarkan pada data dan fakta di atas, diketahui Pemohon PK sudah melakukan pembetulan atas kesalahan yang dilakukannya. Pemohon PK menilai koreksi yang dilakukan Termohon PK tidak benar sehingga harus dibatalkan.
Sebaliknya, Temohon PK menyatakan tidak setuju atas pernyataan Permohon PK. Menurut Termohon PK, transaksi penyerahan yang dilakukan di bidang jasa perhotelan tidak dikenakan PPN. Oleh karenanya, pajak masukan atas transaksi jasa perhotelan tidak dapat dikreditkan.
Namun demikian, pada faktanya Pemohon PK tetap melakukan pengkreditan pajak masukan atas transaksi penyerahan jasa perhotelan. Oleh karenanya, koreksi yang dilakukan Termohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak seluruhnya permohonan banding telah bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, alasan-alasan permohonan PK dalam perkara a quo mengenai koreksi pajak masukan dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, pendapat Pemohon PK dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Dalam perkara ini, Pemohon PK telah menyampaikan bukti pendukung yang memadai berupa dokumen terkait dengan pemeriksaan atas all taxes dan laporan keuangan yang telah diaudit. Bukti pendukung tersebut membuktikan jumlah kompensasi PPN PPN Masa Pajak Mei 2008 sampai dengan Juni 2009 telah dinihilkan.
Kedua, koreksi yang dilakukan Termohon PK tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Menurut Mahkamah Agung, pendapat Termohon PK harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berlandaskan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai memiliki landasan yang jelas sehingga dinyatakan dikabulkan. Dengan demikian, Termohon PK dianggap sebagai pihak yang kalah dan harus membayar biaya perkara. (Maria Magdalena/kaw)