KONSULTASI PAJAK

Konsumsi Listrik untuk Masjid, Terutang Pajak Daerah?

Redaksi DDTCNews
Kamis, 23 Februari 2023 | 16.03 WIB
ddtc-loaderKonsumsi Listrik untuk Masjid, Terutang Pajak Daerah?

Rinaldi Adam Firdaus,

DDTC Fiscal Research & Advisory.

Pertanyaan:
PERKENALKAN, saya Imran. Saya bekerja sebagai salah satu pengurus masjid di Bogor. Baru-baru ini saya mendengar adanya peraturan bahwa atas konsumsi listrik dikenai pajak daerah. Pertanyaan saya, seperti apa mekanismenya? Apakah atas konsumsi listrik di masjid yang saya kelola juga harus membayar pajak daerah? Mohon penjelasannya. Terima kasih

Imran, Bogor.

Jawaban:
TERIMA kasih atas pertanyaannya, Bapak Imran. Untuk menjawab pertanyaan Bapak, kita perlu merujuk pada Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentah Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Dalam beleid tersebut diatur mengenai pengenaan pajak daerah atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu atau disingkat sebagai PBJT. Adapun sesuai dengan ketentuan Pasal 50 UU HKPD, salah satu objek PBJT merupakan tenaga listrik.

“Objek PBJT merupakan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu yang meliputi:

  1. Makanan dan/atau Minuman;
  2. Tenaga Listrik;
  3. Jasa Perhotelan;
  4. Jasa Parkir; dan
  5. Jasa Kesenian dan Hiburan.”

Meski demikian, PBJT atas Tenaga Listrik (PBJT-TL) bukan merupakan jenis pajak baru. Pajak ini sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Adapun dalam UU PDRD, pajak ini disebut sebagai pajak penerangan jalan (PPJ).

Walaupun memiliki nomenklatur yang berbeda, pada intinya baik PBJT-TL maupun PPJ memiliki objek pajak yang sama, yaitu atas konsumsi atau penggunaan tenaga listrik. Ketentuan mengenai PBJT-TL ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2023 tentang Pemungutan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik (PP 4/2023).

Secara garis besar, konsumsi tenaga listrik yang menjadi objek PBJT-TL diatur dalam Pasal 3 ayat (2) PP 4/2023 yang berbunyi:

“(2) Konsumsi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penggunaan Tenaga Listrik oleh pengguna akhir.”

Namun, PP 4/2023 turut mengatur adanya pengecualian pengenaan PBJT-TL. Hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (3) PP 4/2023 yang berbunyi:

“(3) Dikecualikan dari konsumsi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi:

  1. konsumsi Tenaga Listrik oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan penyelenggara negara lainnya;
  2. konsumsi Tenaga Listrik pada tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing berdasarkan asas timbal balik;
  3. konsumsi Tenaga Listrik pada rumah ibadah, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis;
  4. konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait; dan
  5. konsumsi Tenaga Listrik lainnya yang diatur dengan Perda.”

Merujuk pada ketentuan Pasal 3 ayat (3) huruf b PP 4/2023, dapat diketahui bahwa konsumsi tenaga listrik pada rumah ibadah dikecualikan dari pengenaan PBJT-TL. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa atas konsumsi tenaga listrik di masjid yang Bapak kelola dikecualikan dari pengenaan PBJT-TL.

Demikian jawaban kami. Semoga membantu.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected].

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.