LAPORAN DDTC DARI TIONGKOK (3)

Menjawab Tantangan E-Commerce Lintas Batas Melalui Sistem Satu Pintu

Awwaliatul Mukarromah
Senin, 19 Februari 2018 | 18.05 WIB
Menjawab Tantangan E-Commerce Lintas Batas Melalui Sistem Satu Pintu

Niken Ayu Permandarani dan Dwi Wahyuni, dua delegasi DDTC yang mengikuti konferensi e-commerce global di Beijing, China (9-10/2). (Foto:DDTCNews)

SALAH satu sesi dalam First Global Cross-Border E-Commerce Conference yang diselenggarakan di Beijing, China pada 9-10 Februari 2018 mengangkat pembahasan mengenaiTransformative Technologies Driving E-Commerce.

Sesi ini berbentuk diskusi panel yang menghadirkan beberapa pihak pembuat kebijakan maupun pihak pelaku bisnis, di antaranya: Zhang Guangzhi (Port Administration of China), Chai Yueting (Profesor di Tsinghua University), Liu Zhixin (S.F. Technology Co.), Li Yuanjing (Nuctech Company Limited), dan Wan Li (Cainiao Network).

Dalam sesi tersebut banyak dibahas mengenai bagaimana perkembangan teknologi dibutuhkan bukan hanya bagi pihak trader, melainkan juga bagi pihak otoritas kepabeanan untuk dapat menciptakan lingkungan bisnis yang kooperatif dan terintegrasi. Berikut laporannya:

Tren Baru E-Commerce: Kesempatan dan Tantangan

BISNIS daring atau e-commerce telah menjadi pemain baru dalam perdagangan internasional dan merubah lingkungan perdagangan. Perkembangan teknologi yang semakin mudah digunakan (user-friendly) dan penetrasi internet secara global menyebabkan bisnis e-commerce berkembang secara pesat.

Selain melibatkan pemain global, perkembangan internet mendukung pelaku usaha lokal dan regional mudah mengakses pasar global. Dari transaksi e-commerce yang ada, di antaranya juga melibatkan perdagangan lintas batas negara (cross-border) dan melibatkan banyak pelaku usaha terutama pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Hal ini memberikan kesempatan bagi pelaku UMKM untuk ikut berpartisipasi ke dalam rantai pasokan global (global value chain).

Proses pengiriman barang lintas batas negara pada dasarnya tetap sama, yakni melibatkan proses pemesanan, pengiriman dan pembayaran. Namun demikian, e-commerce telah mengubah lanskap perdagangan dengan menciptakan sistem yang lebih sederhana, terkadang baru dan juga melibatkan pihak perantara atau intermediaries dalam rantai pasokan.

Dalam sistem perdagangan brick and mortar, barang biasanya diimpor dalam jumlah besar oleh perantara atau importir langsung. Namun demikian, dengan adanya lintas batas e-commercepembeli berupa orang pribadi/individu dengan mudahnya dapat memesan barang melalui jaringan komputer secara langsung tanpa melewati perantara.

Fenomena ini mengarah pada lonjakan pengiriman barang kecil (small packages). Menurut Jack Ma, pendiri dan CEO dari Alibaba Group memprediksi bahwa jumlah pengiriman paket ekpress yang ditangani Tiongkok akan meningkat sepuluh kali lipat dalam 8-10 tahun mendatang, dengan 15% di antaranya berasal dari cross border e-commerce. Hal ini memberikan tekanan sendiri bagi pihak kepabeanan untuk tetap dapat melakukan pemungutan atas pengiriman paket-paket kecil yang semakin meningkat tersebut.

Imbas dari adanya lonjakan pengiriman paket-paket kecil membuat otoritas kesulitan untuk memaksimalkan pengenaan impor. Berbeda dengan transaksi ekspor-impor dalam model B2B(business to business) yang melakukan pengiriman dalam jumlah yang besar dan melalui pihak-pihak yang biasanya sudah terdaftar dalam sistem kepabeanan, pengiriman paket-paket dalam jumlah kecil yang melalui pos atau agen pengiriman membuat sulitnya mendeteksi barang yang dikirim, supplier yang terdaftar maupun end consumer. Pada akhirnya hal ini membuat otoritas sulit untuk memaksimalkan pungutan kepabeanan dan juga mengontrol barang-barang terlarang yang masuk.

Tantangan Global, Solusi Global

Perubahan lingkungan perdagangan global dan baru perlu juga diimbangi dengan solusi yang global, baru, dan inovatif untuk mengatasinya. Efisiensi pada custom clearance dan pengiriman atas low value dan small packages merupakan hal yang krusial. Untuk mengelola transaksi e-commerce, otoritas bea dan cukai perlu melibatkan semua pemangku kepentingan terkait untuk secara kolektif menentukan pendekatan yang tepat untuk mengadopsi fasilitas perdagangan dan juga penegakan hukum.

Otoritas bea cukai, agen pengiriman, logistik, dan jasa transportasi merupakan elemen penting dalam rantai pasokan global. Efektivitas dan efisiensi dari administrasi kepabeanan dan cukai dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi negara untuk tetap merasakan manfaat dari peningkatan perdagangan e-commerce lintas batas negara. Dari keseluruhan tantangan yang dihadapi oleh otoritas kepabeanan, solusi yang diperlukan diantaranya menciptakan lingkungan yang serba modern dan berbasis teknologi sehingga menciptakan proses yang efektif dan efisien. Otoritas bea dan cukai perlu untuk memberikan jalan bagi seluruh pelaku usaha yang terlibat agar mudah menyelesaikan proses kepabeanan secara elektronik dan menggunakan sistem yang mudah, sederhana dan dapat diakses oleh seluruh kalangan. 

Sistem Satu Pintu Kepabeanan (Single Window System)

Pertukaran informasi antara pihak penjual dengan otoritas kepabeanan memiliki peran yang sangat penting untuk memudahkan proses declaration dalam penyelesaian kepabeanan. Untuk dapat menciptakan pertukaran informasi antar setiap rantai pasok diperlukan teknologi informasi di dalamnya. Bagaimana teknologi mengelola aliran informasi yang dapat disalurkan mulai dari pihak pelanggan sampai dengan pihak otoritas kepabeanan.

Pertukaran informasi tersebut dibutuhkan untuk mempermudah pihak intermediaries dalam hal ini logistik partner untuk melakukan penyelesaian kepabeanan setibanya barang kiriman di negara di mana pelanggan berada. Dengan adanya kemudahan dalam pertukaran informasi tersebut maka dapat membantu pihak otoritas kepabeanan dalam melakukan manajemen risiko yang lebih baik yang pada akhirnya dapat meminimalisir waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian kepabeanan. Untuk itulah salah satu gagasan yang turut didiskusikan adalah sistem satu pintu kepabeanan atau single window system.

Sistem satu pintu ini merupakan suatu sistem yang dibangun untuk melakukan integrasi pengurusan proses ekspor-impor secara satu pintu. Artinya, kepengurusan ekspor impor mulai dari perizinan kargo sampai dengan pembayaran pajak akan dilakukan melalui satu sistem tunggal. Dalam single window system ini, menurut Zhang Guangzhi (Kepala National Office of Port Administration of China) setidaknya memiliki beberapa fungsi utama yang akan dijalankan, di antaranya adalah melakukan deklarasi kargo (cargo declaration), aplikasi perizinan (permit application), pembayaran pajak (tax payment), dan penyelesaian export rebates. Jadi, sistem ini secara bersamaan menjalankan beberapa fungsi berbeda yang biasanya dijalankan oleh otoritas yang berbeda. Berikut bagan arus barang dan data dari single window system:

Tiongkok telah menerapkan sistem satu pintu dalam transakasi e-commerce lintas batas negara sejak November 2017 lalu. Dalam sistem satu pintu kepabeanan, data yang tersimpan dalam sistem tersebut kemudian dicocokkan antara data dari pihak otoritas kepabeanan dengan data dari pihak logistik (shipper) untuk keperluan penyelesaian kepabeanan.

Sebelum adanya single window system, pelaku usaha diharuskan untuk melaporkan beberapa dokumen ke beberapa otoritas berbeda. Untuk di Tiongkok sendiri, dalam proses importasi pelaku usaha perlu untuk melaporkan proses importasi ke beberapa pihak di antaranya bea dan cukai, inspeksi imigrasi, China MSA, dan otoritas lainnya. Proses ini dinilai berbelit dan memakan waktu.

Secara total, untuk suatu proses importasi barang harus melalui 9 langkah, 24 proses, dan diperlukan 15 tipe dokumen yang berbeda dan baru dapat diselesaikan 2-4 hari. Sementara itu, setelah diterapkannya single window system, proses persiapan dokumen hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit dan seluruh proses custom clearance hanya menghabiskan waktu sekitar 2 jam. Untuk itu sistem ini dipercaya dapat memberikan efektivitas dan efisiensi dalam proses custom clearance sehingga memudahkan seluruh kalangan.

Dengan menerapkan single window system diharapkan dapat menciptakan sinergi antara pelaku usaha dengan otoritas kepabeanan dalam transaksi e-commerce lintas batas negara. Sinergi dan integrasi yang berjalan tersebut pada akhirnya dapat memberikan manfaat bagi pelaku usaha karena bisa mengembangkan bisnisnya. Di sisi lain, bagi pihak otoritas kepabeanan memberikan manfaat berupa penerimaan kepabeanan yang terus meningkat. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.