JURU BICARA TKN JOKOWI-MA’RUF AMIN, ARIF BUDIMANTA

‘Realistis Agar Tidak Membebani Pelaku Usaha’

Kurniawan Agung Wicaksono
Senin, 24 Desember 2018 | 09.43 WIB
‘Realistis Agar Tidak Membebani Pelaku Usaha’

Arif Budimanta.

KUBU petahana, pasangan Jokowi Widodo-Ma’ruf Amin (Jokowi-Ma’ruf) menjanjikan kelanjutan dari upaya reformasi struktural dan reformasi fiskal jika terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI untuk periode 2019-2024. Tidak ada gebrakan baru terkait kebijakan pajak yang dijanjikan.

Dalam dokumen visi-misi yang disampaikan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jokowi-Ma’ruf menegaskan komitmennya untuk mewujudkan keadilan dan kemandirian ekonomi nasional dengan target terukur. Penguatan reformasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pun direncanakan.

InsideTax (majalah perpajakan bagian dari DDTCNews) berkesempatan mewawancarai Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Arif Budimanta untuk mencari tahu latar belakang dan rencana kebijakan ekonomi, terutama pajak pasangan capres-cawapres nomor 01 tersebut. Berikut kutipan wawancara InsideTax dengan pria yang saat ini juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri (KEIN).

Sebagai tim petahana, bagaimana Anda melihat kondisi perekonomian dalam hampir 5 tahun ini? Apakah ada pekerjaan rumah yang masih belum selesai?

Secara umum, perekonomian domestik berjalan cukup baik. Data pertumbuhan ekonomi terakhir tumbuh pada level 5,17%. Tingkat kemiskinan menjadi single digit yakni 9,82% atau terendah sepanjang sejarah Indonesia. Ketimpangan berhasil diturunkan dari 0,414 menjadi 0,389 dan diharapkan masih dapat terus ditekan.

Tingkat pengangguran terbuka juga turun menjadi 5,34%. Selain itu, inflasi berhasil dikendalikan di kisaran 3%-an, dengan inflasi Oktober 2018 sebesar 3,16% year on year. Hal ini diperkuat dengan rating investasi yang menyatakan “Layak Investasi” dari lembaga Moody’s, Fitch, maupun S&P.

Namun, kondisi ekonomi global saat ini relatif kurang menguntungkan, dengan adanya perubahan dari kondisi easy moneydan commodity boom menjadi sebaliknya. Bank sentral Amerika Serikat (AS), khususnya, melakukan normalisasi suku bunga yang membuat mata uang dolar AS menjadi kuat. Selain itu, harga beberapa komoditas juga mengalami tekanan sehingga mempengaruhi nilai tukar dan kinerja ekspor Indonesia.

Grand design kebijakan ekonomi seperti apa yang diusung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin jika terpilih untuk memimpin Indonesia dalam 5 tahun?

Ke depan kami akan fokus pada peningkatan kualitas manusia, agar manusia Indonesia memiliki pendidikan dan kompetensi yang lebih baik. Dalam Visi-Misi Pak Jokowi dan Pak Ma’ruf, kami telah menyiapkan berbagai program peningkatan kualitas manusia, mulai seseorang masih di dalam kandungan, bayi, usia sekolah, pascasekolah, hingga memasuki usia produktif (usia kerja), dan juga program-program setelah warga negara memasuki usia tua.

Mengapa memilih fokus tersebut?

Kualitas manusia yang lebih baik dan unggul juga dapat memanfaatkan infrastruktur yang telah dibangun cukup progresif selama periode pemerintahan Jokowi-JK saat ini. Hal ini kemudian akan menggerakan roda perekonomian lebih cepat, lebih berkualitas, lebih bernilai tambah, dan lebih merata. Ekonomi yang lebih cepat dan merata pada akhirnya akan mendorong peningkatan penerimaan negara.

Dalam konteks penerimaan negara, ada tren shortfall penerimaan pajak yang terus membesar dengan tax ratio yang terus turun. Apa yang terjadi?

Pemerintah sebelumnya memang menargetkan tax ratio Indonesia dapat meningkat menjadi 16%. Namun, dengan kondisi situasi ekonomi global yang ada saat ini maka pemerintah juga harus realistis agar tidak memberikan beban lebih besar kepada kegiatan usaha di dalam negeri.

Apakah artinya kebijakan pajak ke depan tidak akan seagresif pertama kali Jokowi menjadi Presiden?

Di dalam visi-misi, kami telah sebutkan bahwa akan ‘melanjutkan reformasi perpajakan yang berkelanjutan untuk mewujudkan keadilan dan kemandirian ekonomi nasional, dengan target terukur, serta memperhatikan iklim usaha dan peningkatan daya saing’.

Artinya, optimalisasi pajak tetap terus kami upayakan tidak sekedar untuk meningkatkan penerimaan negara tetapi juga dalam rangka mewujudkan keadilan dan kemandirian ekonomi nasional. Jadi, pemungutan pajak tidak bisa di generalisasi tetapi harus lebih rinci dan dibedakan baik berdasarkan jenis usaha, skala usaha, dampak eksternalitas yang ditimbulkan, lokasi usaha, dan sebagainya.

Selain itu, melihat cepatnya progres pembangunan infrastruktur dan belanja lainnya yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dan dunia usaha saat ini, diharapkan pada periode berikutnya juga memberikan pengaruh positif terhadap kepatuhan dan kerelaan wajib pajak untuk membayar pajaknya.

Bagaimana reformasi struktural dan reformasi fiskal yang akan ditempuh?

Memberikan insentif fiskal untuk dunia usaha. Tujuannya jelas agar dunia usaha dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak sehingga semakin banyak pula orang yang bekerja. Selain itu, kita juga akan terus melakukan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. Dari sisi belanja, reformasi fiskal juga dilakukan dengan realokasi anggaran/belanja untuk kegiatan yang lebih produktif dan merata. Merata di sini artinya menggunakan paradigma Indonesia-sentris.

Bagaimana prospek kelanjutan revisi paket UU terkait pajak yang di dalamnya juga mencakup penurunan tarif PPh Badan?

Sebagaimana yang telah saya sampaikan tadi, kebijakan pajak ke depan akan menitikberatkan pada pemberian insentif bagi dunia usaha agar lapangan pekerjaan semakin banyak dan makin banyak orang yang bekerja. Dari situ orang mendapatkan upah yang baik sehingga dapat membayar pajak dan berkontribusi secara langsung bagi pembangunan nasional.

Adapun opsi penurunan tarif PPh Badan masih terus dikaji secara serius sehingga besarannya kompetitif dengan negara-negara lain di dunia. Pada intinya, kita harus sadari bahwa cara memungut pajak yang baik adalah ‘seperti mencabut bulu angsa tanpa membuat angsa yang dicabut terasa sakit’.

Bagaimana dengan rencana pembentukan badan semi otonom untuk pajak?

Rencana pembentukan badan semi otonom untuk pajak merupakan salah satu bagian yang masuk dalam revisi UU perpajakan. Rencana tersebut saat ini masih terus dikaji secara mendalam bagaimana benefitnya bagi pembangunan nasional.

Apakah sudah ada rencana khusus untuk persoalan pajak ekonomi digital?

Sebelumnya telah ada pengalaman pajak ekonomi digital dengan Google. Ke depan, kami akan terus membangun analisis yang mendalam mengenai sistem perpajakan ekonomi digital ini agar sesuai dengan ekosistem pelaku ekonomi digital. Namun demikian, jangan sampai kebijakan tersebut mematikan inisiatif pelaku usaha pemula yang mendirikan usaha baru (start-up).

Simak wawancara Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Amin, Arif Budimanta selengkapnya dalam majalah InsideTax edisi 40. Unduh majalah InsideTax di sini. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.