Ilustrasi. (DDTCNews)
MANAMA, DDTCNews – Di tengah pandemi virus Corona atau Covid-19, Bahrain berkomitmen untuk tidak menerapkan atau memungut jenis-jenis pajak baru dan fokus untuk memulihkan kondisi dunia usaha.
Keputusan Bahrain tersebut berbanding terbalik dengan negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC) lainnya seperti Arab Saudi yang justru menaikkan tarif PPN hingga 15% sejak Juli 2020 atau Oman yang mulai mengenakan PPN pada tahun depan.
"Kami ingin mendorong pemulihan ekonomi sebelum menerapkan kebijakan pajak baru dalam mendukung penerimaan negara," ujar Menteri Keuangan Bahrain Sheikh Salman bin Khalifa Al-Khalifa, dikutip Jumat (11/12/2020).
Bahrain tercatat sebagai negara yang mengeluarkan stimulus relatif paling besar terhadap produk domestik bruto (PDB) negara tersebut. S&P Global Ratings mencatat stimulus yang diberikan Bahrain sepanjang pandemi setara dengan 32% dari PDB.
Akibat penerimaan negara yang turun karena pandemi Covid-19 dan penurunan harga minyak, defisit fiskal Bahrain diperkirakan mencapai double digit pada 2020. Meski begitu, pemerintah bersikukuh untuk tidak memberlakukan pajak baru.
Pemerintah Bahrain justru lebih memilih untuk mengelola belanja secara lebih pruden hingga 2022. "Kebijakan mobilisasi penerimaan pajak bisa menghambat pertumbuhan ekonomi," ujar Salman seperti dilansir gulfnews.com.Â
Saat ini, Bahrain sudah mampu membuka kembali aktivitas perekonomian dengan lebih cepat bila dibandingkan dengan negara-negara tetangganya. Hal ini dikarenakan berkat penerapan testing dan tracing Covid-19 yang ekstensif dan cepat.
Meski begitu, ekonomi Bahrain diekspektasikan akan terkontraksi hingga -4,9% pada 2020 dan akan tumbuh 2,3% pada 2021. "Periode terburuk pandemi sudah terlewati, sekarang kami memonitor sektor-sektor ekonomi yang masih terdampak pandemi," tutur Salman. (rig)