Ilustrasi.
MANILA, DDTCNews – Istana Kepresidenan Filipina mendukung langkah Kementerian Keuangan menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) pada sekolah swasta dari 10% menjadi 25%.
Juru bicara kepresidenan Harry Roque mengatakan kenaikan tarif pajak hanya akan menyasar sekolah swasta yang berorientasi pada saham dan keuntungan. Menurutnya, kebijakan itu juga sudah sesuai dengan UU Pemulihan dan Insentif Pajak untuk Perusahaan (Corporate Recovery and Tax Incentives for Enterprises/CREATE).
"Menteri keuangan telah berbicara dan kami mendukung posisinya bahwa interpretasi BIR (Bureau of Internal Revenue) sesuai dengan UU CREATE dan sesuai dengan yurisprudensi," katanya, dikutip pada Jumat (11/6/2021).
Roque mengatakan istana dapat menerima penjelasan Menteri Keuangan Carlos Dominguez II mengenai pengenaan PPh yang lebih tinggi pada sekolah swasta. Alasannya, kebijakan tersebut telah mengikuti definisi asli dari UU Pajak.
Otoritas pajak (BIR) telah menerbitkan Peraturan Pendapatan BIR No. 5/2021 (RR 5-2021) yang mengatur kenaikan tarif pajak penghasilan pada lembaga pendidikan swasta. Ketentuan itu juga mempertimbangkan UU CREATE yang memuat sejumlah keringanan pajak untuk sektor ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19.
Surat Kepala BIR Caesar Dulay kepada Dewan Koordinasi Asosiasi Pendidikan Swasta menyatakan insentif pajak pada UU CREATE tidak bisa diberikan kepada lembaga pendidikan yang berorientasi pada saham dan keuntungan, tetapi hanya menyasar lembaga pendidikan nirlaba dan nonsaham.
Merespons kebijakan tersebut, 2 asosiasi sekolah swasta terbesar di Filipina bersama dengan 31 perguruan tinggi mengajukan petisi kepada Pengadilan Banding Pajak untuk membatalkan kebijakan BIR. Mereka menilai kebijakan itu melanggar UU Pajak dan konstitusi.
Menurut mereka, kenaikan tarif pajak dapat menyebabkan lebih banyak sekolah swasta berhenti beroperasi dan tutup. Penolakan kenaikan tarif pajak tersebut didukung Presiden Senat Pro Tempore Filipina Ralph Recto. Recto mengatakan kebijakan itu akan menambah beban keuangan sekolah swasta di tengah pandemi Covid-19.
"[Kebijakan] itu tidak logis dan tidak masuk akal serta bertentangan dengan semangat hukum," katanya, seperti dilansir inquirer.net. (kaw)