SINGAPURA

Biayai Belanja Kesehatan, Tarif Pajak Ini Bakal Dinaikkan Tahun Depan

Dian Kurniati
Kamis, 29 Juli 2021 | 15.30 WIB
Biayai Belanja Kesehatan, Tarif Pajak Ini Bakal Dinaikkan Tahun Depan

Ilustrasi.

SINGAPURA, DDTCNews - Kementerian Keuangan Singapura menegaskan rencana kenaikan tarif PPN atau good and services tax (GST) dari 7% menjadi 9% pada 2022-2025 sangat diperlukan untuk membiayai belanja kesehatan, terutama saat pandemi Covid-19 in

Menteri Keuangan Singapura Lawrence Wong mengatakan pemerintah telah memulai upaya dalam meningkatkan penerimaan pajak sejak beberapa tahun terakhir. Namun, kebutuhan belanja kesehatan terutama saat pandemi Covid-19 juga terus meningkat.

"Kenaikan tarif PPN masih diperlukan untuk mendanai pengeluaran yang meningkat dalam perawatan kesehatan seiring bertambahnya usia populasi Singapura," katanya dalam rapat bersama DPR, dikutip pada Kamis (29/7/2021)

Pemerintah, lanjut Wong, telah melakukan sejumlah upaya dalam mendorong setoran pajak antara lain menaikkan tarif pajak penghasilan, pajak properti, dan bea materai. Tarif PPN juga turut menjadi pertimbangan pemerintah dengan tetap memperhatikan dinamika ekonomi nasional.

Dia menilai kenaikan tarif PPN diperlukan sebagai bagian dari strategi fiskal yang berkelanjutan di Singapura. Sebab, basis pajak PPN sangat luas sehingga kenaikan tarifnya akan efektif meningkatkan penerimaan negara.

Saat ini, PPN menyumbang sekitar 15% dari total pendapatan operasional pemerintah. Pada saat bersamaan, pemerintah juga memberikan bantuan voucher PPN untuk mengompensasi pengeluaran kelompok miskin dan rentan akibat membayar PPN.

Namun demikian, rencana pemerintah tersebut direspons negatif oleh anggota DPR Yip Hon Weng. Menurutnya, Menurutnya, kenaikan tarif PPN seharusnya dapat ditunda hingga beberapa tahun seusai ekonomi benar-benar pulih dari tekanan pandemi.

Dia meminta pemerintah membuat kebijakan yang fleksibel dan peka terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Meski ada bantuan sosial, kenaikan tarif PPN tetap memberatkan karena berdampak pada berbagai barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.

"Bahkan argumen klasik kenaikan PPN yang diikuti pemberian bantuan kepada kelompok masyarakat miskin mungkin tidak signifikan dalam kondisi krisis seperti saat ini," ujarnya seperti dilansir straitstimes.com. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.