Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) kembali menegaskan penghitungan PPh Pasal 21 dengan skema tarif efektif rata-rata (TER) tidak menambah beban pajak yang ditanggung wajib pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (28/3/2024).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan penerapan TER untuk mempermudah penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak Januari-November. Pada Desember, pemberi kerja akan akan memperhitungkan kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun.
Penghitungan kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun dilakukan dengan tarif umum PPh, yakni Pasal 17 UU PPh, dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari—November.
“Sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama,” ujarnya.
Dalam kondisi wajib pajak menerima tunjangan hari raya (THR), penghitungan PPh Pasal 21 sebelum TER dilakukan 2 kali dengan tarif Pasal 17 UU PPh. Keduanya adalah PPh Pasal 21 untuk gaji dan PPh Pasal 21 untuk THR.
Sementara dengan TER, pemberi kerja tinggal menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan dikali dengan tarif pada tabel TER. Adapun dasar pengenaan PPh Pasal 21 untuk bulanan adalah penghasilan bruto. Simak ‘Terima THR? Hitung Pajak Pakai TER, Tidak Dipisah dengan Gaji Bulanan’.
“Jumlah PPh pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar sebab terdiri dari komponen gaji dan THR,” jelas Dwi.
Selain mengenai penghitungan PPh Pasal 21 dengan skema TER, ada pula ulasan terkait dengan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Kemudian, ada pula bahasan tentang perluasan implementasi ekosistem logistik nasional (national logistic ecosystem/NLE) di bandara.
Contact center DJP menjelaskan sesuai dengan ketentuan terbaru, yakni PMK 168/2023, ada 2 dasar penghitungan atau pengenaan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap. Keduanya adalah penghasilan bruto dan penghasilan kena pajak.
Untuk masa selain masa pajak terakhir – sederhananya untuk bulanan – penghitungan menggunakan TER PP 58/2023 yang dikalikan dengan penghasilan bruto. Untuk masa pajak terakhir akan dihitung PPh terutang dengan dasar pengenaan berupa penghasilan kena pajak.
“Penghasilan kena pajak adalah Ph (penghasilan) bruto dikurangi dengan pengurang = Ph neto. Kemudian, Ph neto akan dikurangi dengan PTKP (penghasilan tidak kena pajak),” jelas Kring Pajak.
Dengan demikian, pengurangan dengan PTKP untuk mendapatkan nilai penghasilan kena pajak dilakukan pada masa pajak terakhir. Simak ‘TER Dikali Penghasilan Bruto, Kapan Pengurangan dan PTKP Dihitung?’. (DDTCNews)
Melalui media sosial X, salah satu warganet menjelaskan kondisinya bahwa atas kredit pemilikan rumah (KPR) sudah mulai berjalan sejak 2020. Namun, pada tahun itu, sertifikat kepemilikan masih atas nama developer. Proses balik nama (kepemilikan menjadi atas nama pembeli) baru dilakukan pada 2023.
Terhadap kondisi tersebut, Kring Pajak menyatakan nilai KPR sudah dimasukkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2020. Adapun nilai utang yang dilaporkan adalah nilai sisa utang per akhir tahun pajak yang bersangkutan.
Selain itu, rumah yang dibeli dengan skema KPR tersebut juga dimasukkan sebagai harta pada SPT Tahunan. Kring Pajak mengatakan sesuai dengan Lampiran PER-36/PJ/2015, harta yang dilaporkan pada SPT Tahunan adalah harta yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh wajib pajak.
“Sehingga tidak dilihat atas nama sertifikat tersebut. Jika tahun 2020 aset tersebut sudah dimiliki/dikuasai …, silakan laporkan di SPT Tahunan 2020,” jelas Kring Pajak. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan mulai memperluas implementasi NLE di bandara. Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan ada beberapa bandara yang disiapkan untuk implementasi NLE. Implementasi NLE ini diperlukan untuk mendorong efisiensi sistem logistik nasional.
"Ini kita jalankan bukan hanya di Kualanamu, Juanda, dan Ngurah Rai, dan juga kita akan mulai di Soekarno-Hatta dan kemudian nanti juga ke Sepinggan dan Hasanuddin," katanya.
Askolani mengatakan NLE di Bandara Soekarno-Hatta telah berjalan untuk layanan single submission (SSm) ekspor, SSm pengangkut, serta Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu. (DDTCNews)
Sesuai dengan Permenkop UKM 2/2024, koperasi wajib menggunakan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Hal ini dinilai memperkuat legitimasi penggunaan SAK terbitan IAI dalam ekosistem bisnis dan ekonomi Indonesia.
Ketua Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI Ardan Adiperdana mengatakan terbitnya Permenkop UKM 2/2024 patut diapresiasi sebagai upaya untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan entitas Indonesia, khususnya koperasi yang merupakan penopang ekonomi rakyat.
“Permenkop ini sekaligus memperkuat legitimasi IAI sebagai standard setter melalui penyusunan SAK di Indonesia,” katanya, dikutip dari siaran pers pada laman resmi IAI, Rabu (27/3/2024).
Seperti diketahui, Permenkop UKM 2/2024 memuat kewajiban penggunaan SAK Indonesia, SAK Indonesia untuk Entitas Privat (SAK EP), serta SAK Indonesia untuk Entitas Mikro, Kecil, Menengah (SAK EMKM). Simak ‘Peraturan Baru Kebijakan Akuntansi Koperasi, Baca di Sini!’. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut Indonesia menjadi negara yang mampu melaksanakan konsolidasi fiskal secara cepat dan kuat. Saat bertemu dengan delegasi Standard & Poor’s (S&P) Global Ratings, Sri Mulyani mengatakan ekonomi serta APBN telah pulih.
"Konsolidasi APBN Indonesia sangat cepat dan kuat setelah hantaman pandemi, dan ini sangat menonjol dibanding negara-negara peer kita," katanya melalui Instagram @smindrawati. (DDTCNews) (kaw)