Ilustrasi. Warga mengantre penyaluran bansos tunai Kemensos, di Kantor Pos Khatib Sulaiman, Padang, Sumatera Barat, Jumat (15/5/2020). Sebagian besar warga tidak mengikuti protokol pencegahan COVID-19 dengan mengantre tanpa jaga jarak. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/pras.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan semua kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi virus Corona dilakukan tanpa menyusun naskah akademik terlebih dulu.
Sri Mulyani menjelaskan kebijakan penanganan pandemi yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2020 tersebut disusun dalam waktu singkat berdasarkan kajian yang terbatas. Namun, dia meyakinkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa pemerintah selalu berhati-hati dalam menyusun setiap kebijakan penanganan pandemi.
“Ketika diaudit BPK, mudah-mudahan enggak ditanya 'Mana naskah akademiknya?'. Enggak ada karena situasi itu luar biasa cepat. Namun, kita tetap mencoba hati-hati," katanya dalam sebuah webinar, Sabtu (27/6/2020).
Sri Mulyani mengatakan penyusunan kebijakan penanganan pandemi selalu memperhatikan aspek akuntabilitas karena nantinya semua uang negara yang digunakan akan diaudit BPK.
Menurutnya, pemerintah juga selalu transparan dengan merekam semua kegiatan rapat penanganan pandemi, termasuk yang digelar secara virtual. Dengan demikian, BPK bisa menilai tidak ada niat jahat untuk menyelewengkan uang negara.
Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono mengatakan telah menyiapkan skenario khusus untuk mengaudit dana yang digelontorkan pemerintah dalam penanganan pandemi. Dia pun memahami pemerintah harus membuat kebijakan yang bernilai Rp695,2 triliun itu dalam waktu singkat.
"Kami menyusun risiko strategis dan operasional, integritas berdasarkan track record, model keuangan, model kepatuhan, yang ini cukup untuk kondisi force majeure," ujarnya.
BPK menilai ada lima risiko yang perlu diidentifikasi dari program penanganan pandemi virus Corona. Pada sisi strategis, BPK akan mengaudit risiko dalam pencapaian tujuan dan implementasi kebijakan secara efektif, baik dalam hal kesehatan, sosial, maupun ekonomi dan keuangan.
Pada sisi operasional, BPK bakal mengaudit kendala-kendala dalam implementasi kebijakan di lapangan. Misalnya, dalam hal validitas dan keandalan data, koordinasi antara kementerian/lembaga, keselarasan program, keselarasan regulasi, hingga ketepatan sasaran, jumlah, kualitas, dan waktu penyalurannya.
Sisi integritas juga diaudit. Hal ini mencakup risiko yang dialami pemerintah karena adanya tindakan kecurangan, penyalahgunaan wewenang, dan moral hazard. Pasalnya, sepanjang pandemi ini, ada banyak pengadaan barang dan jasa, serta pemberian stimulus dan bantuan sosial untuk masyarakat.
Pada sisi keuangan, BPK akan mengaudit sejauh mana pemerintah memenuhi kebutuhan dana penanganan virus Corona, dan menjaga kesinambungan fiskal, termasuk ketergantungan pada sumber pembiayaan eksternal.
Sementara pada sisi kepatuhan, BPK akan mengaudit kepatuhan pemerintah terhadap ketentuan perundang-undangan meskipun virus Corona merupakan kondisi force majeure. (kaw)