WEBINAR SERIES DDTC

Penerapan PSAK 72 Diyakini Permudah Kerja Otoritas dan Praktisi Pajak

Nora Galuh Candra Asmarani
Jumat, 14 Agustus 2020 | 17.15 WIB
Penerapan PSAK 72 Diyakini Permudah Kerja Otoritas dan Praktisi Pajak

Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum dan Keuangan, Universitas Kristen PETRA Agus Arianto Toly memaparkan materi dalam webinar series DDTC bertajuk “PSAK 72 dan Aspek Perpajakan”

JAKARTA, DDTCNews – Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 72 diyakini akan membantu dan mempermudah otoritas serta praktisi perpajakan karena memiliki tahapan pengakuan pendapatan yang lebih jelas.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum dan Keuangan, Universitas Kristen PETRA Agus Arianto Toly dalam webinar series DDTC bertajuk “PSAK 72 dan Aspek Perpajakan”. Menurutnya, PSAK 72 bersinggungan erat dengan perpajakan karena menitikberatkan pada kontrak.

“Untuk bisa mengakui pendapatan harus ada kontrak. Artinya, jika tidak ada kontrak maka itu bukan ranah PSAK 72 dan jika kita berbicara tentang kontrak maka itu sangat bersinggungan erat dengan perpajakan,” ujar Agus, Jumat (14/8/3030).

Praktik perpajakan, sambungnya, akan sangat terbantu dengan adanya PSAK 72. Pasalnya, lima tahapan dalam PSAK 72, terutama tahap ketiga, keempat, dan kelima, sangat memperjelas pengakuan pendapatan yang relevan dengan filosofi pajak.

Agus selanjutnya menjabarkan perbedaan fokus PSAK dengan pajak. Menurutnya, PSAK terus berkembang dan berfokus pada kinerja masa depan agar informasi yang relevan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.

Sementara itu, pajak berbicara tentang pendapatan karena menjadi pengukuran dasar pengenaan pajak dan sangat dibutuhkan untuk penghitungan pajak. Dalam kesempatan itu, Agus juga menjabarkan tiga derajat hubungan PSAK dengan pajak.

Tiga derajat hubungan tersebut adalah formal dependence yang diterapkan Belgia, material dependence yang diterapkan Inggris, dan material independence yang diterapkan Belanda. Adapun mengacu pada pasal 28 ayat (7) UU KUP, Indonesia menganut material dependence.

Agus menambahkan PSAK 72 juga berkaitan dengan stelsel campuran yang diterapkan dalam sistem pajak Indonesia. Pasalnya, withholding system dan self-assessment system akan menentukan kapan penghasilan dapat diakui dan hal tersebut juga telah diatur dalam akuntansi.

Selain itu, hubungan antara PSAK 72 dengan pajak juga bersinggungan dengan asumsi dasar akuntansi untuk tujuan pajak dan konsep dasar pengukuran penghasilan di pajak. Agus juga memerinci tentang pengakuan pendapatan dalam perpajakan dengan memberi contoh perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas premi asuransi yang diatur dalam SE DJP No. SE-03/PJ.42/2000.

Agus berujar PSAK 72 lebih memberikan dampak yang signifikan pada praktik pajak pertambahan nilai (PPN) ketimbang pajak penghasilan (PPh). Hal ini, menurutnya, lantaran pengakuan pendapatan dalam PPh pada intinya lebih melihat kaitan teoretis apakah withholding atau self assessment.

Selain itu, pengakuan pendapatan dalam PPh juga merujuk pada bagaimana pengakuan pendapatan berdasarkan akuntansi dan apakah angka tersebut dapat diakui secara formal, serta kapan perlu memperhitungkan pengenaan pajaknya.

“PSAK 72 justru memberikan pengaruh signifikan terhadap saat terutangnya PPN,” pungkasnya.

Webinar ini merupakan seri kesepuluh dari 14 webinar yang diselenggarakan untuk menyambut HUT ke-13 DDTC yang jatuh pada 20 Agustus. Webinar ini diselenggarakan bersama 15 perguruan tinggi dari 26 perguruan tinggi yang telah menandatangani kerja sama pendidikan dengan DDTC.

Bagi Anda yang tertarik untuk mengikuti webinar seri selanjutnya, informasi dan pendaftaran bisa dilihat dalam artikel ‘Sambut HUT ke-13, DDTC Gelar Free Webinar Series 14 Hari! Tertarik?'. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.