Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah atas) dalam acara 7th OECD Forum on Green Finance and Investment yang digelar secara virtual, Jumat (9/10/2020). (foto: hasil tangkapan layar dari medsos)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menegaskan rencana pemerintah memungut cukai atas emisi karbon yang dihasilkan kendaraan bermotor, pada forum OECD.
Dalam acara 7th OECD Forum on Green Finance and Investment yang digelar secara virtual, Sri Mulyani berharap pengenaan cukai emisi karbon dapat membuat masyarakat beralih menggunakan energi yang ramah lingkungan.
"Indonesia saat ini menerapkan instrumen berbasis pasar dan komoditas, kami rasa ada dua [instrumen], yaitu [pengenaan] pajak karbon atau cukai, dan juga [membatasi] pasar karbon dalam negeri," katanya, Jumat (99/10/2020).
Sri Mulyani sempat memaparkan rencana pengenaan cukai emisi karbon tersebut kepada DPR. Rencananya, cukai karbon akan menggantikan pajak penjualan barang atas barang mewah (PPnBM) kendaraan.
Menurut menkeu, gas buang dari bahan bakar fosil tersebut menjadi penyebab utama polusi di dunia. Untuk itu, ia berharap pengenaan cukai mampu mengurangi produksi emisi karbon secara signifikan sehingga kualitas udara bisa lebih baik.
Pada saat bersamaan, kebijakan cukai tersebut juga untuk mendukung program pemerintah dalam mendorong produksi kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan. Adapun potensi penerimaan cukai emisi kendaraan diprediksi mencapai Rp15,7 triliun per tahun.
Sri Mulyani juga mengungkapkan Presiden Joko Widodo akan segera merilis keputusan presiden yang mengatur penetapan harga energi yang mengandung karbon. Menurutnya, ketentuan ini akan menjadi panduan bagi pasar tentang tingkatan harga energi tergantung kandungan karbonnya.
"Tentu [energi] yang kotor saat ini lebih murah daripada yang bersih jika hanya menggunakan mekanisme pasar," ujarnya.
Selain itu, lanjut Sri Mulyani, presiden juga akan menerbitkan keputusan presiden (Keppres) yang mengatur harga pembelian listrik dari perusahaan energi termasukan oleh PT PLN agar tetap menguntungkan bagi pengusaha.
"Dalam konteks bagaimana kita akan menciptakan harga yang mencerminkan pentingnya isu perubahan iklim ini, agenda yang sangat kritis selalu terkait dengan harga karbon," ujarnya. (rig)