Salah satu sidang paripurna di DPR, beberapa waktu lalu. Surat Presiden Joko Widodo mengenai usulan revisi atas Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) hingga saat ini masih berada di Badan Musyawarah (Bamus) DPR. (Antara)
JAKARTA, DDTCNews - Surat Presiden Joko Widodo mengenai usulan revisi atas Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) hingga saat ini masih berada di Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI.
Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin mengatakan surat presiden tersebut hingga saat ini masih berada di Bamus dan belum diturunkan kepada Komisi XI.
"Sebenarnya pembahasan ini baru dimulai ketika surat presiden sudah diturunkan oleh Bamus ke Komisi XI. Kamis di Komisi XI masih menunggu keputusan Bamus," ujar Puteri, Jumat (4/6/2021).
Secara umum, Puteri mengatakan revisi atas UU KUP perlu dirancang secara matang dengan mempertimbangkan laju pemulihan ekonomi Indonesia. Perubahan tarif atau kebijakan-kebijakan lainnya memiliki potensi memengaruhi konsumsi dan dapat berimbas pula pada produksi.
Khusus mengenai wacana kenaikan tarif dan pemberlakuan PPN multitarif, Puteri mengatakan perlu ada kajian yang mendalam untuk mengukur dampak perubahan tarif dan skema PPN terhadap daya beli masyarakat.
"Perlu dipelajari mengenai tarif PPN di atas 10% dan efektif PPN multitarif di negara-negara yang sudah menerapkan terlebih dahulu," ujar Puteri.
Berdasarkan catatan Ditjen Pajak (DJP), tarif PPN yang berlaku di Indonesia saat ini berada di bawah rata-rata global. Pada 127 negara, tercatat rata-rata tarif PPN mencapai 15,4%.
Saat ini, tercatat terdapat banyak negara yang menerapkan PPN dengan tarif tidak tunggal atau multitarif. Pada negara-negara tersebut, terdapat tarif PPN umum dan tarif PPN yang lebih rendah yang dikenakan atas barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Tarif PPN yang lebih tinggi dibandingkan dengan tarif umum juga dikenakan atas barang yang tergolong mewah. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.